TEMPO.CO, Jakarta - Berita terpopuler kanal Metropolitan pada Selasa pagi dimulai dari Haris Azhar angkat bicara soal kasus Teddy Minahasa. Haris mengungkit rahasia bisnis narkoba Freddy Budiman yang bekerja sama dengan pejabat di BNN, Mabes Polri dalam peredaran barang haram itu.
Berita kedua adalah Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi yang menyebut sumur resapan sebagai program baik. Sebelumnya, politikus PDIP itu bilang sumur resapan lebih berguna untuk kolam lele.
Berita lain yang banyak dibaca adalah Ketua Dewan Pembina Yayasan Pensiunan Pemerintah Provinsi (Yapenprov) DKI Jakarta Sylviana Murni inginmemberi masukan kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Sylviana menyebut pemerintahan Anies Baswedan sudah memberikan yang terbaik untuk Jakarta, tapi masih ada yang harus dilengkapi.
Berikut 3 berita terpopuler kanal metropolitan pada Selasa, 18 Oktober 2022:
1. Kasus Teddy Minahasa, Haris Azhar Ungkit Bisnis Narkoba Freddy Budiman
Pendiri Lokataru Haris Azhar angkat bicara soal kasus dugaan penyalahgunaan narkoba yang melibatkan Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa. Haris mengatakan, bisnis narkoba yang melibatkan penegak hukum adalah modus lama yang terus berulang.
"Sudah menjadi modus atau peluang kejahatan yang dilakukan penegak hukum sejak lama dan terus berulang," katanya kepada Tempo melalui pesan singkat pada Minggu, 16 Oktober 2022.
Eks Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) itu pernah membeberkan rahasia bisnis narkoba terpidana mati Freddy Budiman. Cerita itu ia dapatkan saat mengunjungi napi narkoba itu di Lapas Nusa Kambangan pada 2014.
Lantas Haris Azhar membuka tabir gelap itu pada Kamis malam, atau sehari sebelum Freddy dieksekusi mati pada Jumat dini hari, 30 Juli 2016.
Kongkalikong Bisnis Narkoba Freddy Budiman dengan BNN dan kepolisian
Freddy Budiman mengaku ada pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Mabes Polri yang bekerja sama dengannya dalam peredaran narkoba. Setiap kali akan membawa barang masuk, Freddy lebih dulu menghubungi polisi, BNN serta Bea dan Cukai untuk kongkalikong.
"Orang-orang yang saya telepon itu semuanya nitip (menitip harga)," kata Freddy kepada Haris seperti tertulis dalam pernyataannya.
Terpidana mati Freddy Budiman (kanan) saat gelar perkara pabrik narkoba di Ruko Taman Palem, Jakarta Barat, 14 April 2015. Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menggelar rilis terkait kasus terbongkarnya sindikat narkoba yang diatur oleh gembong narkoba Freddy Budiman dari dalam lapas. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Dia bisa membagi puluhan miliar ke beberapa pejabat. Selama beberapa tahun bekerja sebagai penyelundup, ia terhitung menyetor Rp 450 miliar ke BNN dan Rp 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri.
Saking dekatnya Freddy dengan pejabat itu, ia bahkan pernah difasilitasi mobil TNI bintang dua dari Medan menuju Jakarta. Si jenderal duduk di sampingnya yang sedang menyetir mobil dengan kondisi di bagian belakang penuh narkoba. "Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun," ucap dia.
Freddy kecewa karena pada akhirnya ia tetap ditangkap. Barang narkobanya disita. Anehnya, barang-barang itu malah beredar di pasaran. Ia mengetahui hal itu dari laporan jaringannya di lapangan. Menurut Freddy, setiap pabrik yang membuat narkoba punya ciri masing-masing mulai bentuk, warna, dan rasa. Bosnya yang mengetahui hal itu pun bertanya-tanya.
Dalam kasus eks Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa, diduga 5 kilogram sabu berasal dari barang bukti sitaan Polres Bukittinggi. Barang bukti itu tidak dimusnahkan dan diganti tawas. Dari peredaran sabu tersebut, diduga 1,7 kilogramnya telah dijual ke wilayah Kampung Bahari, Jakarta Utara. Sedangkan 3,3 kilogram belum terjual dan kini disita.
Selanjutnya dulu bilang cocoknya untuk kolam lele, sekarang Prasetyo Edi sebut sumur resapan program baik...