TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap penyebab kecelakaan maut Cibubur yang melibatkan truk tangki Pertamina di Jalan Transyogi, Cibubur. Senior Investigator KNKT Ahmad Wildan mengatakan ada temuan kegagalan pengereman terjadi akibat persediaan udara tekan di tabung berada di bawah ambang batas.
Penurunan udara dipicu oleh kebocoran solenoid valve klakson tambahan serta travel stroke kampas rem.
"Dua hal ini memaksa pengemudi melakukan pengereman berulang kali saat menghadapi gangguan lalu lintas karena rem tidak pakem dan mempercepat berkurangnya angin pada tabung," ujar Ahmad, Selasa, 18 Oktober 2022.
Dalam proses investigasi, KNKT melakukan pemeriksaan rem pada titik yang tidak diperiksa oleh pengemudi dan menemukan sumber suara dari solenoid. Wildan menyebut ketika terjadi kebocoran, kebanyakan pengemudi hanya memeriksa bagian samping kanan dan kiri, serta bagian belakang.
"Di depan gak ada sistem rem jadi gak mungkin diperiksa," ucapnya.
Truk tersebut diketahui menggunakan klakson tambahan dari tenaga pneumatic agar suara yang dihasilkan lebih kencang. Untuk menyalurkan tenaga pneumatic ini dibutuhkan solenoid valve.
Namun, kebocoran solenoid valve menyebabkan waktu pengisian menjadi lambat. Sementara travel stroke yang terlalu jauh membuat pengemudi boros dalam menggunakan angin sehingga tekanan angin cepat berkurang.
"Dia (pengemudi) akan berhadapan dengan risiko pada titik tertentu dia akan dipaksa menginjak dua tiga kali injekan selesai, angin akan tekor," ungkap Wildan.
Pada saat tekanan angin berada dibawah ambang batas, maka tenaga pneumatic tidak bisa digunakan dengan baik untuk memindahkan kopling maupun melakukan pengereman. Wildan mengatakan bahwa tindakan pengemudi ketika berpindah ke jalur lambat sudah tepat, namun saat menabrak dua mobil di depannya pengemudi mengalami kepanikan luar biasa sehingga ia berpindah kembali ke lajur cepat dan malah meningkatkan fatalitas korban.
"Namanya keputusan dalam kondisi emergency susah, karena siapapun kalau nabrak terus pengennya berpindah, tapi keputusan berpindah ini justru lebih fatal," kata Wildan.
Berdasarkan temuan hasil investigasi kecelakaan maut Cibubur ini, KNKT memberi rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat untuk melarang semua penggunaan klakson tambahan yang instalasinya berasal dari tenaga pneumatic. "Kami meminta direktorat merumuskan sebaiknya bagaimana kebutuhan klakson yang kencang dari teman-teman pengemudi ini dapat terpenuhi tapi tidak membahayakan sistem rem," tegasnya.
VANIA NOVIE ANDINI
Baca juga: Buntut Kecelakaan Maut Cibubur: Lampu Lalu Lintas Dinonaktifkan, U-Turn Ditutup Permanen