TEMPO.CO, Jakarta - Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Jakarta Selatan menghadirkan 150 influencer, duta wisata, dan mahasiswa pariwisata pada ajang Kemang 12730 yang berlangsung Oktober hingga November 2022.
"Bentuknya support bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Jakarta Selatan dengan menghadirkan 150 influencer, duta wisata, dan mahasiswa pariwisata dari Ciamis, Garut, dan Cirebon untuk walking tour Kemang 12730," kata Kepala Sudin Parekraf Jakarta Selatan Rus Suharto melalui keterangan tertulis, Kamis, 20 Oktober 2022 seperti dikutip dari Antara.
Lebih lanjut Rus menjelaskan untuk acara walking tour akan dibagi menjadi tiga tahapan waktu. Pada tanggal 2-3 November akan diberi kesempatan bagi undangan dari Ciamis, sementara pada 7-8 November untuk undangan dari Garut, lalu pada 16-17 November untuk undangan dari Cirebon.
Kemang 12730 merupakan upaya untuk mewujudkan sinergi antara praktisi kreatif, komunitas, industri, pusat pendidikan, serta pemerintah dalam membangun dan memelihara ekosistem ekonomi kreatif di Indonesia.
Lebih dari 50 tempat di wilayah Kemang selama lima pekan ke depan akan berpartisipasi dengan berbagai program inhouse menarik seperti pameran, workshop, menampilkan menu khusus, peluncuran produk, diskon spesial, dan pasar akhir pekan yang bisa dikunjungi oleh publik.
Kegiatan yang dapat diikuti oleh para pengunjung selama ajang Kemang 12730 antara lain Pasar Brisik, Parade Kemang, Fesyen Akhir Pekan, Preloved Market, Pemutaran Film, dan Kemang 12730 Passport.
Baca: Cara Menjadi Influencer TikTok dari Pemula hingga Hasilkan Cuan
Influencer dan buzzer
Isu influencer dan buzzer ini sebelumnya sempat ramai selama gelombang protes Omnibus Law tahun 2020 silam. Pemerintah diduga kuat menggunakan jasa buzzer untuk mendukung RUU tersebut.
Perwakilan Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani mengatakan pihaknya tidak menggunakan layanan buzzer, tetapi hanya influencer, seperti dikutip dari Antara beberapa waktu silam.
Pernyataan Jaleswari ini menunjukkan bahwa antara influencer dan buzzer adalah dua istilah yang berbeda. Keduanya yang muncul seiring adanya media sosial ini secara sekilas memiliki fungsi yang sama. Sebagai contoh, keberadaannya disinyalir mampu menggiring opini dan mempengaruhi keputusan orang lain. Lantas, apa yang membuat mereka berbeda?
Menurut Turpins (2008), istilah buzzer berasal dari kata “buzz” yang berarti dengungan. Mengikuti definisi ini, buzzer bertugas menciptakan noise akan sebuah informasi di media sosial dengan tujuan menarik perhatian khalayak agar turut membicarakan isu yang mereka bawa. Noise yang dimaksud adalah informasi yang tidak atau belum diketahui kebenarannya ataupun hanya sekadar rumor.
Wahyuningtyas dalam jurnal berjudul “Buzzer Twitter pada Publikasi Organisasi Pemerintah: … (2017)” konkretnya mendefinisikan buzzer sebagai pihak yang memiliki kemampuan melipatgandakan pesan guna menarik perhatian khalayak dengan membangun percakapan di media sosial. Pun mereka bergerak dengan tujuan dan motif tertentu.
Buzzer biasanya adalah orang yang aktif di media sosial, memiliki jaringan yang luas, mampu menciptakan konten sesuai konteks, dan memiliki sifat persuasif.
Dikutip dari salah satu publikasi dari Centre for Innovation Policy and Governance (2017), akun-akun buzzer dapat terbentuk secara organik ataupun karena adanya permintaan pasar. Motif utama seseorang menjadi buzzer ada dua, yaitu motif sukarela dan komersial.
Sementara influencer, dari asal usul istilahnya berasal dari kata influence atau yang berarti memengaruhi. Dengan demikian, dilansir dari situs Influencer Marketing Hub, influencer adalah orang-orang yang dapat memberikan pengaruh, khususnya dapat menarik pendapat audiens. Ini terjadi sebab seorang influencer memiliki otoritas, pengetahuan, posisi, atau karena hubungannya dengan publik atau audiens.
Para influencer haruslah seorang yang memiliki ribuan atau bahkan jutaan pengikut di media sosial. Pun memiliki pengaruh dan kredibilitas yang tinggi sesuai bidangnya. Sedangkan menjadi seorang buzzer, tidak harus memiliki banyak pengikut.
Buzzer dalam sistem kerjanya, perlu menyebarkan konten secara berulang-ulang, sementara influencer tidaklah demikian. Influencer hanya cukup sekali saja menyebarkan konten yang diminta melalui akun media sosialnya.
Baik buzzer maupun influencer sama-sama berpotensi menyebarluaskan konten dan membuat sebuah pesan menjadi topik pembicaraan di media sosial.
Meski demikian, buzzer sering bekerja secara anonim dan diatur oleh agen. Selain itu, influencer memiliki citra yang lebih netral, sementara buzzer sering dikaitkan dengan hal-hal negatif, seperti hoaks, manipulasi dan akun palsu.
Baca juga: 5 Cara Menjadi Influencer TikTok dan Hasilkan Uang
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.