TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lokataru Haris Azhar menanggapi santai atas perkembangan perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Bahkan dia dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti merasa senang jika kasus ini sampai ke meja hijau.
"Kami juga dengan lapang dada dan bahagia, saya ingin memastikan bahwa kami bahagia jika dibawa pengadilan. Karena kami di pengadilan nanti kami juga akan uraikan persoalan data penyalahgunaan wewenang, kekuasaan yang dimuat dalam laporannya teman-teman. Yang kedua juga soal konstruksi kebebasan berbicara di Indonesia," ujarnya di Polda Metro Jaya, Selasa, 1 November 2022.
Dia pun berharap agar kasus yang menjeratnya bersama Fatia tidak digantungkan. Sebab perkara ini dianggap lama tidak ada kejelasan berbulan-bulan setelah penetapan tersangka pada Maret 2022.
"Kalau saya sama Fatia sejauh ini kami berdua dan juga dengan banyak teman-teman kita enggak mau digantungkan, kalau emang mau dihentikan, dihentikan. Kalau mau penjara, penjarain kita silakan, tapi kita akan tetap dengan posisi kita," katanya.
Pada hari ini, Haris diberikan sejumlah pertanyaan inti oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Ada empat hal yang dianggap pertanyaan substantif.
"Yang penting sih cuma empat ya, yang substantif. Sisanya, kan apakah Anda sehat, apakah Anda cakep," tutur Haris.
Perkara ini berawal dari somasi yang dilayangkan Luhut Binsar Panjaitan kepada Haris dan Fatia atas unggahan video pada 26 Agustus 2021. Nama jenderal purnawiran itu disebut dalam keterlibatan bisnis pertambangan di Intan Jaya, Papua, berdasarkan riset yang sudah dilakukan.
Kemudian Luhut melaporkan mereka berdua pada 22 September 2021, walaupun Haris dan Fatia sudah menjawab pada 30 Agustus 2021. Tetapi jawaban mereka dianggap tidak menjawab somasi Luhut.
Lalu Haris dan Fatia akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini pada Maret 2022. Hari ini Haris yang diperiksa lebih dulu dan kemudian Fatia menyusul.
Selain itu, kata Haris, kasus ini juga dinilai membatasi kebebasan berekspresi bagi aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Pemidanaan seperti ini dianggap berlebihan, semestinya pemerintah menanggulangi persoalan pertambangan yang disinggung dalam video yang diperkarakan.
"Jadi mestinya negara itu menanggulangi penyalahgunaan kekuasaan daripada mempidanakan partisipasi masyarakat yang sudah gratis dan ini dijalankan lagi dalam sitausi ini kan sebetulnya menjadi pertanyaan buat orang-orang," katanya.
Baca juga: Kasus Teddy Minahasa, Haris Azhar Ungkit Bisnis Narkoba Freddy Budiman