TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya mencatat sejumlah masalah dalam penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).
Kepala Seksi Kecelakaan Lalu Lintas Subdirektorat Pembinaan dan Penegakkan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Edy Purwanto mengatakan salah satunya adalah kurangnya kasadaran masyarakat dalam berlalu lintas.
"Kedua, masih adanya budaya masyarakat tertib kalau ada petugas. Ketiga, fenomena saat ini terjadi semenjak tidak diberlakukannya tilang manual, saat ini para pengguna jalan khususnya yang melanggar itu berani melanggar walau ada petugas," ujarnya di Hotel Diradja, Jumat, 11 November 2022.
Selain itu, kata Edy, para pelanggar juga lebih berani memperlihatkan kesalahan di depan petugas. Kesadaran berlalu lintas oleh seakan-akan makin terabaikan. "Jadi mereka tahu paling-paling nanti juga ditegur, dikasih tahu, dan sebagainya. Sehingga, mohon maaf polisi sebetulnya gak dianggap bahasa kasarnya," katanya.
Persoalan keempat adalah pelanggar berani melepas pelat nomor ketika melewati wilayah terpantau ETLE. Kondisi itu sebagai upaya menghindari tilang eletronik agar data kendaraan tidak terlacak.
"Sedangkan itu tahu ETLE hubungannya dengan sistem. Kalau gak ada pantauan pasti tidak akan terdeteksi dan tidak akan terkonfirmasi," tutur Edy.
Upaya yang tetap dilakukan untuk menegakkan aturan berlalu lintas di antaranya imbauan dan sosialisasi, serta menumbuhkan kesadaran masyarakat secara terorganisir maupun tidak. Kemudian melakukan kegiatan pengaturan dan patroli lalu lintas, serta penindakan secara lisan maupun tertulis.
Jumlah Tilang ETLE Masih Minim
Edy mengatakan pihaknya telah menilang 100 ribu lebih pengendara melalui sistem ETLE. Angka tersebut adalah perhitungan dari Januari sampai Oktober 2022.
Namun, penindakan tilang elektronik masih jauh lebih sedikit dibandingkan tilang manual. "Dari Januari sampai Oktober, saat ini tilang manual sebanyak 548.841. Untuk ETLE sebanyak 100.965. Apabila dalam bentuk persentase, dari bulan Januari sampai Oktober untuk manual sebanyak 84,46 persen. Sedangkan untuk ETLE sebanyak 15,54 persen," ujar Edy.
Untuk penindakan pelanggaran menggunakan ETLE pada Oktober 2022 sebanyak 8.467. Masih lebih sedikit dibandingkan penindakan tilang manual sebanyak 49.497 pada bulan yang sama.
Edy menjelaskan ada empat lokasi pelanggaran ETLE yang tertangkap kamera statis. Lokasi tersebut dominan di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
"Tempat yang paling banyak ter-capture, tervalidasi dan terbayarkan denda, yang pertama di check point All Fresh Jakarta Selatan. Kemudian check point Gunung Sahari, ketiga check point Four Season, keempat check point DPR-MPR," katanya.
Pelanggaran paling banyak tercatat adalah tidak menggunakan sabuk pengaman, melanggar ganjil-genap. Selain itu menggunakan handphone atau mengenudi tidak wajar saat berkendara.
Berdasarkan data yang dipaparkannya, penindakan tilang dengan ETLE pada 2021 sebanyak 81.341. Jumlah itu lebih besar daripada tilang manual yang sebanyak 329.216.
Sedangkan wilayah check point DPR-MPR, check point Gunung Sahari, check point Slipi, dan check point Puskubruk Selatan. Daerah tersebut masuk ke dalam wilayah hukum Jakarta Pusat.
Sama dengan 2022, pelanggaran lalu lintas paling banyak tercatat adalah tidak menggunakan sabuk pengaman, melanggar ganjil-genap. Lalu menggunakan handphone atau mengenudi tidak wajar saat berkendara. "Semenjak ada kebijakan tidak diperbolehkan penindakan tilang manual, per 23 Oktober tilang manual nol. Kemudian ETLE sebanyak 9.090," tutur Edy.
Baca juga: Daftar 3 Jenis Pelanggaran yang Tak Tertangkap & 8 Jenis yang Tertangkap Kamera ETLE