TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat atau Jabar Ridwan Kamil angkat bicara soal adanya dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh Sekolah Menengah Atas Negeri atau SMAN 3 Kota Bekasi. Menurutnya, tidak boleh ada pungutan apa pun di sekolah negeri, baik SMA, SMK, SLB yang menjadi kewenangan Provinsi. Semua urusan anggaran pendidikan sepenuhnya diurus oleh negara.
“Jikapun ada urgensi, itu pun harus mendapatkan izin tertulis dari Gubernur,” tulis Kang Emil melalui akun Twitter-nya @ridwankamil, Rabu, 16 November 2022.
Ridwan Kamil menyertakan potongan layar pesan singkat berisikan pengumuman terkait pungutan tersebut. Pihak orang tua diminta membayar “sumbangan” kepada pihak sekolah. Adapun jumlahnya yaitu Rp4,5 juta di awal tahun, dibayarkan ditahun pertama masuk sekolah. Selain itu, orang tua juga diminta membayar sumbangan Rp 300 ribu, yang dibayarkan tiap bulannya sampai siswa lulus.
“Apabila ada hal-hal yang yang ingin dipertanyakan atau hal keberatan dari sumbangan diatas, bisa langsung datang kesekolah,” bunyi pengumuman itu.
Terkait hal ini, Ridwan Kamil telah mengirimkan Kepala Dinas Pendidikan atau Kadisdik wilayah setempat untuk menelusuri dugaan pungutan yang dilakukan pihak SMAN 3 Kota Bekasi. Dia juga memberi wewenang Dinas Pendidikan untuk segera memberi sanksi kepada sekolah yang bersangkutan jika terbukti sengaja melakukan pelanggaran. Kang Emil meminta masyarakat Jabar melapor kepada Dinas Pendidikan Jabar jika menemukan praktik pungutan liar di sekolah menengah negeri lainnya.
Baca: Dugaan Pungutan di SMAN 3 Bekasi, Ridwan Kamil: Harus Ada izin tertulis
“Jika ada praktik keliru yg sama di sekolah2 menengah negeri lainnya, segera lapor kepada @disdik_jabar. Hatur Nuhun,” tulisnya.
Seorang pengguna Twitter @__istiara turut menanggapi cuitan sang Gubernur. Ia mengunggah rekaman video pertemuan antara pihak orang tua siswa dengan komite sekolah SMAN 3 Kota Bekasi. Video berdurasi 32 detik itu menampilkan seorang pria tengah berbicara di depan orang tua siswa. Pria itu membeberkan pihak sekolah membutuhkan anggaran per siswanya hingga Rp4,7 juta sampai lulus. Juga terdapat papan proyektor yang menampilkan perincian dana tersebut.
“Dalam rangka mencapai ini tadi, maka dibutuhkan anggaran, ini kebutuhannya. Kebutuhan yang akan kita capai kalau kita sedikit rinci, 4,7. Itu untuk satu kali dalam arti, sampai dengan kelas 3,” kata pria tersebut.
Lalu, bolehkah sekolah negeri meminta sumbangan kepada orang tua siswa?
Berdasarkan Pasa 27 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah memang dilarang melakukan pungutan atau sumbangan terkait dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau PPDB maupun perpindahan peserta didik. Juga, sekolah negeri tidak diperkenankan melakukan pungutan untuk membeli barang tertentu yang dikaitkan dengan PPDB.
Komite sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dalam bentuk bantuan atau sumbangan, tapi tak boleh berupa pungutan. Aturan ini tertera dalam Pasal 10 ayat (2) junto Pasal 12 huruf b Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Sementara itu, mengutip laman Kemendikbud, sumbangan yang dimaksud adalah bersifat suka rela. Jika sumbangan ditetapkan besarannya dan diwajibkan kepada seluruh orang tua siswa, maka hal ini merupakan pungutan.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Komite Sekolah Gagal Awasi Anggaran Pendidikan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.