TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan menjelaskan bahwa modus Siti Aisyah Nasution (SAN) menipu mahasiswa IPB University adalah mengajak investasi di toko online miliknya. Keuntungan dari setiap transaksi yang dijanjikan sebesar 10 sampai 15 persen.
"Modus operandi yang digunakan oleh saudari SAN adalah dengan mengajak para korban untuk melakukan kerja sama berjualan online dengan meminjam di pinjaman online legal dan menginvestasikan pinjaman tersebut di toko atau market place milik saudari SAN," ujarnya melalui siaran dari Mabes Polri, Senin, 21 November 2022.
Penyidik dari Bareskrim Polri memberikan asistensi untuk penyelesaian kasus ini. Ramadhan menuturkan ancaman terhadap Siti adalah maksimal empat tahun penjara.
"Atas perbuatannya, saudari SAN dipersangkakan dengan Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal empat tahun penjara," katanya.
Sebagaimana diketahui, Siti telah beraksi sekitar enam bulan lalu sebelum kasus ini mencuat. Dia memiliki kenalan dengan seorang mahasiswa kampus pertanian itu dan mengajak para korban lainnya berinvestasi.
Siti juga mengarahkan korban yang tidak memiliki modal untuk berutang di pinjaman online. Dia berjanji akan membayarkan utang tersebut setelah ada keuntungan, nyatanya tidak ada keuntungan yang dibagikan.
Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Polisi Iman Imanuddin menjelaskan bahwa ada 116 korban dari mahasiwa IPB University. Jumlah tersebut merupakan selisih dari seluruh 317 korban.
Total kerugian semua korban adalah Rp2,3 miliar, sedangkan yang bagian mahasiswa IPB University sebesar Rp1,6 miliar. SAN menyelewengkan dana tersebut untuk membeli mobil dan keperluan pribadinya.
Jumlah pinjaman setiap mahasiswa disebut minimal Rp 2 juta dan paling besar Rp 20 juta. "Variatif, minimal dua juta ada juga yang sampai 20 juta. Paling besar Rp20 juta, paling kecil Rp2 juta," kata Iman saat diskusi melalui kanal YouTube MNC Trijaya, Sabtu, 19 November 2022.
Dia menuturkan bahwa setiap korban meminjam di pinjol legal. Namun ada juga yang berutang melalui layanan pinjaman dari suatu aplikasi belanja online.
Kemudian para korban juga diarahkan untuk membeli suatu barang dari toko online milik Siti. Namun transaksi itu hanya tipu muslihat alias fiktif agar dana pinjaman bisa dicairkan.
"Dia seolah-olah punya toko online, kemudian si toko online yang diakui sebagai miliknya ini seolah-olah kirim barang. Barang itu yang harus dibayarkan oleh aplikasi pinjol ini. Padahal barang ini fiktif," tuturnya.
Baca juga: 116 Mahasiswa IPB Jadi Korban Pinjol, Pelaku Hanya Komunikasi Lewat Zoom