TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta belum bisa memastikan penyebab polusi debu batu bara di Marunda, Jakarta Utara, kembali terjadi. Kepala Seksi Humas Dinas LH Yogi Ikhwan mengatakan pihaknya masih menunggu hasil analisis.
“Pekan depan saja, ya, menunggu hasil evaluasi pantauan SPKU (Stasiun Pemantauan Kualitas Udara) mobile yang sudah dipasang di sana. Masih investigasi belum keluar analisisnya,” kata dia saat dihubungi, Kamis, 24 November 2022.
Yogi mengatakan Dinas LH DKI telah memasang SPKU mobile di kawasan Marunda sebagai bentuk pengawasan pencemaran debu batu bara. "Saat ini kami sudah memasang SPKU Mobile di Marunda dan melakukan sidak pengukuran ke cerobong-cerobong asap industri di Marunda yang menggunakan batu bara," ucap Yogi, Selasa.
Warga Susah Bernapas, Mata Sakit, dan Gatal-gatal
Polusi Debu Batu Bara tak kunjung hilang dan masih terus mencemari lingkungan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Nurhadi, salah satu warga Rusnawa yang berada di gedung Blok D1 menyebutkan, polusi datang kembali di bulan lalu. “Kurang lebih ada, bulan lalu,” katanya di lokasi, Kamis Sore, 24 November 2022.
Ia mengatakan, debu batu bara itu bisa datang kapan saja, terutama ketika angin kencang. “Pas anginnya kenceng aja, kadang siang kadang malem, pasti aja udah ketahuan,” ungkapnya.
Menurut dia, polusi debu batu bara ini berimbas pada para penghuni Rusunawa Marunda. “Dampaknya jelas, pernapasan, matanya jadi sakit, jadi gatel-gatel juga, itu sih yang dirasain, ya,” ucap dia.
Sementara itu, Fatimah yang berada di gedung Blok B mengatakan, akibat polusi debu batu bara itu ia mengalami beberapa luka di sekujur tubuhnya. Debu yang mencemari itu mengakibatkan rasa gatal yang berlebih. "Iya nimbulnya pada gatel-gatel, badan saya jadi pada luka gara-gara saya garuk-garuk terus, gatel, kan,” ucap Fatimah.
Gatal-gatal ini, kata dia, tidak terjadi padanya saja, tapi juga seluruh keluarganya. “Satu keluarga saya kena gatel-gatel, semuanya kena dampak, semua orang pada gatel-gatel di rumah,” ujarnya.
Fatimah tidak mengerti mengapa debu batu bara bisa datang kembali. Ia menjelaskan debu itu bukan sembarang debu karena warnanya sangat pekat. “Item banget, terus suka tiba-tiba menumpuk. Kalau pagi-pagi disapu, nanti sorenya ada lagi, ada lagi,” jelasnya.
Saat Tempo berada di Marunda, debu batu bara terasa menusuk mata ketika angin kencang tiba. Selain itu, terlihat beberapa warga di rusun tampak menyapu debu yang berjatuhan di tempat tinggalnya terus menerus. Satpam di salah satu gedung pun sesekali mengelap meja berulang. Kendati demikian, warga tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa.
ALIYYU MEDYATI
Baca juga: Dinas LH DKI Pasang Pemantau Kualitas Udara, Warga Marunda Kembali Keluhkan Debu Batu Bara