TEMPO.CO, Depok - Gerakan masyarakat Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak mengadakan open recruitment relawan pengajar untuk ditempatkan di SDN Pondokcina 1 Depok.
Penanggungjawab relawan Muthia Esfand mengatakan, open recruitment itu dilakukan agar kegiatan belajar mengajar siswa siswi SDN Pondokcina 1 tetap berjalan. Pada saat ini, sekolah itu sudah ditinggalkan oleh guru, imbas dari kesewenang-wenangan Pemerintah Kota Depok yang ingin menggusur dan mengalihfungsikan lahan sekolah tersebut menjadi masjid.
“Sudah minggu ketiga, pihak Dinas Pendidikan Depok masih melarang guru SDN Pondokcina 1 untuk datang ke sekolah, sementara orang tua pengennya anak-anak tetap sekolah, makanya kami buka open recruitment ini,” kata Muthia dikonfirmasi Tempo, Selasa 29 November 2022.
Muthia mengatakan, dibutuhkan 10 relawan untuk dapat mengajar siswa siswi SDN Pondokcina 1 yang berjumlah 300-an anak itu setiap hari.
“Saat ini sih sudah ada 40 relawan, tapi tidak bisa kita menjamin semuanya itu bisa setiap hari datang, karena kan mereka ada kesibukan lainnya juga, makanya kami butuh lebih banyak lagi,” kata Muthia.
Relawan dibutuhkan untuk mengajar agama, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, bahasa Sunda, olahraga dan kesenian.
Muthia mengatakan komite tidak bisa memberikan honor untuk setiap relawan yang ingin bergabung menjadi pengajar di SDN Pondokcina 1. “Bersedia mengajar minimal 2 hari setiap minggu mulai pukul 07.00 hingga 12.00 dan bersedia tanpa dibayar,” kata Muthia.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meninjau kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1, Depok, Jawa Barat, Jumat, 18 November 2022. Selama tidak ada guru, para siswa tetap bersekolah dengan pengajar relawan atau wali murid. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Kisruh SDN Pondokcina 1 Depok berawal dari keinginan Pemkot Depok mengalihfungsikan lahan sekolah menjadi masjid. Sekolah itu bakal dihapus, sementara para siswa akan dipindahkan ke dua SD negeri lain, yaitu SDN Pondokcina 3 dan 5.
Ratusan orang tua murid SDN Pondokcina 1 tak sepakat dengan keputusan tersebut. Mereka ingin pemerintah membangun gedung baru sebelum sekolah digusur. Orang tua juga tak setuju bila murid dipisah ke 2 sekolah, dan memiliki jam belajar berbeda.
Protes orang tua berlangsung sejak Rabu, 9 November 2022 hingga hari ini. Sudah banyak pihak yang turun tangan mulai dari DPRD Kota Depok, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga beberapa kalangan masyarakat. Tapi, hal itu sia-sia, Pemerintah Kota Depok tetap mengosongkan sekolah untuk digusur.
Wali Kota Depok Mohammad Idris berdalih lokasi SDN Pondokcina 1 membahayakan dan tidak representatif berada di pinggir jalan protokol. “Kita sudah rencanakan pembelian lahan untuk kita bangunkan sekolahan yang lebih representatif daripada di pinggir jalan yang membahayakan, itu yang kita pikirkan,” kata Idris, Selasa 15 November 2022.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Baca juga: Muncul Petisi Tuntut Pemkot Depok Soal Polemik SDN Pondokcina 1, Diteken 578 Warganet