TEMPO.CO, Jakarta - Pengunjung Ancol Taman Impian Jakarta mengalami kenaikan sebesar 148 persen periode Januari-September 2022, yakni 5,3 juta orang dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 2,1 juta orang.
"Ini bukti bahwa perekonomian di Indonesia mulai mengalami pertumbuhan yang stabil pada 2022," kata Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, Winarto saat paparan publik secara virtual di Jakarta, Jumat, 2 Desember 2022 dikutip dari Antara.
Winarto menuturkan sampai dengan September 2022, pendapatan perseroan sebesar Rp386 miliar dan laba bersih sebesar Rp78,9 miliar atau tumbuh 141 persen dibanding tahun lalu yang rugi sebesar Rp192,8 miliar.
Baca juga: Seluruh Direksi Pembangunan Jaya Ancol Diberhentikan, Tom Lembong: Penyegaran untuk Perbaikan
Winarto mengatakan hal tersebut merupakan dampak dari kondisi pandemi COVID-19 saat itu. Namun, seiring kasus Covid-19 yang kian terkendali di Indonesia, mobilitas, aktivitas produksi, dan konsumsi masyarakat pun meningkat sehingga berdampak pada pemasukan Ancol.
Selain itu, Winarto mengatakan pihaknya akan menampilkan inovasi dan menyelesaikan proyek baru yang bertujuan untuk meningkatkan pengunjung Ancol pada 2022. "Kita miliki inovasi baru di antaranya 'symphony of the seas', 'dancing water fountain' dan 'rebranding' logo baru," imbuhnya.
PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pariwisata, pengembang properti dan pelayanan jasa di Jakarta Utara.
Perseroan memiliki kawasan seluas lebih dari 500 hektare sehingga merupakan kawasan wisata terbesar dan terpadu di Indonesia yaitu Ancol Taman Impian.
Di dalamnya terdapat unit rekreasi seperti Dunia Fantasi, Ocean Dream Samudra, Atlantis Water Adventures, Sea World Ancol, Allianz Ecopark, Pasar Seni Ancol dan Jakarta Bird Land.
Kepemilikan saham PJAA mayoritas dipegang oleh Pemprov DKI Jakarta sebesar 72 persen, PT Pembangunan Jaya sebesar 18 persen dan publik 10 persen.
Tom Lembong soal Ancol: Utang Triliunan, Proyek Mangkrak, dan Model Bisnis Kuno
Komisaris Utama dan Independen PT Pembangunan Jaya Ancol Thomas Trikasih Lembong menyebut perlu ada profesional di tubuh Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Ancol. Hal itu demi menyelamatkan perseroan dari kebangkrutan.
"Jaya Ancol harus diselamatkan secara finansial," kata Thomas Lembong dalam wawancara dengan Tempo secara daring, Jumat, 12 Agustus 2022.
Dia menuturkan Ancol masih memiliki utang Rp 1,4 triliun. Di sisi lain, selama ini Ancol tidak berkembang secara bisnis. Thomas berujar, manajerial Ancol terlalu politis dan tak fokus pada ilmu manajemen yang benar serta realistis.
Manajemen Ancol, tutur Thomas, masih berkutat pada model bisnis yang sudah usang. Misalnya, mengandalkan wahana seperti Dufan dan pembelian tiket di pintu gerbang Ancol.
Bahkan, pimpinan Ancol bermimpi untuk membangun Dufan kedua. Menurut Thomas, pembangunan wahana baru membutuhkan modal besar dan tak lagi relevan dengan generasi saat ini. "Sudah tidak cocok untuk realita pasar di abad ke-21," ucap dia.
Mantan Kepala Badan Koordiasi Penanaman Modal ini menambahkan Ancol juga tak berkembang. Buktinya banyak proyek mangkrak hingga sengketa aset.
Pembangunan hotel bintang lima di samping Putri Duyung yang telah menghabiskan ratusan miliar kini hanya berbentuk fondasi. Ancol Beach City (ABC) Mall yang dulu beroperasi juga tak lagi produktif. Kualitasnya, menurut Thomas, jelek.
Kemudian aset Sea World Ancol pernah bersengketa hingga disidangkan di Mahkamah Agung (MA).
Masalah berikutnya adalah filsafat manajemen Ancol yang keliru. Thomas membeberkan sudah puluhan tahun Ancol membiarkan pengusaha berjalan sendirian mengerjakan proyek.
Modal pembangunan sampai pengelolaan proyek ditanggung pengusaha. Sementara Ancol tak terlibat sama sekali. "Ancol tidak usah keluar uang, tidak usah kerja keras, tidak usah ngapa-ngapain, cuma tinggal duduk manis terima bagi hasil. Itu semuanya ilusi," kata Tom Lembong.
Baca juga: Thomas Lembong Blak-blakan Ungkap 5 Masalah yang Membelit Ancol