TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, secara bertahap melakukan pemeriksaan psikologis kepada korban penculikan anak berinisial MA (6).
Kepala RS Polri Kramat Jati Brigjen Pol Hariyanto di Jakarta, Kamis, 5 Januari 2022, mengatakan pemeriksaan bertahap itu dilakukan agar kondisi psikologis MA tidak merasa terbebani. "Pemeriksaan ini bertahap terutama untuk visum psikiatrikum. Ini jangan sampai membebani psikis MA," kata Hariyanto, dikutip dari Antara.
"Visum et repertum psikiatrikum" merupakan keterangan dokter spesialis kedokteran jiwa untuk kepentingan penegakan hukum. "Visum et repertum psikiatrikum" tersebut juga menjadi salah satu alat bukti surat yang dibuat oleh dokter spesialis kedokteran jiwa dalam proses hukum pidana.
Hariyanto menambahkan untuk hasil dari visum psikiatrikum itu masih harus menunggu selama kurang lebih 28 hari. "Karena tidak bisa kita periksa psikisnya, harus melihat kondisi anaknya, harus diajak main dulu," ujar Hariyanto.
Lebih lanjut, Hariyanto mengatakan saat ini kondisi dari MA telah membaik dibandingkan ketika pertama kali dibawa ke RS Polri Kramat Jati. "Alhamdulillah beberapa hari terakhir kondisi fisik sudah baik dan dia sudah bisa komunikasi dengan orang lain di luar intinya yaitu bapak dan ibu," kata Hariyanto.
Sebelumnya MA berhasil ditemukan di kawasan Pasar Cipadu, Tangerang Kota dan langsung dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk menjalani pemeriksaan kesehatan setelah satu bulan diculik. MA diculik oleh pelaku, yakni Iwan Sumarno alias Jacky alias Herman alias Yudi pada 7 Desember 2022 hingga ditemukan pada 2 Januari 2023 malam.
MA diselamatkan jajaran Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat dari tangan pelaku, saat berada di dalam gerobak barang bekas yang digunakan pelaku memulung. Terduga pelaku saat ini sudah dibawa ke Polres Metro Jakarta Pusat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Baca: Kasus Penculikan Anak, Polisi Masih Cari Tahu Kemungkinan Korban Selain MA
Komnas PA ingin kasus penculikan anak jadi pelajaran buat keluarga
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, kasus penculikan anak di Gunung Sahari harus menjadi pelajaran buat keluarga di Indonesia. Para keluarga perlu memberikan perhatian ekstra kepada anak-anak yang rentan menjadi korban.
"Perhatian ekstra terhadap anak, khususnya ana-anak dalam kategori masih dalam lindungan keluarga," kata Arist kepada Tempo saat dihubungi Rabu, 4 Januari 2023.
Menurut Arist, pelaku penculik anak mempunyai berbagai tujuan yang dapat dia lakukan terhadap korban. Baik tujuan adopsi ilegal, minta tebusan, atau tujuan eksploitasi ekonomis. Apa yang menimpa MA, seperti penjelasan Arist, adalah penculikan dengan tujuan ekonomi.
"Seperti terjadi pada diri MA, yang dipekerjakan sebagai pemulung barang bekas oleh pelaku," ujarnya. Selain itu, kasus penculikan memiliki tujuan untuk seks komersial. Dia menambahkan bahwa penculikan dengan tujuan seks komersial ada di Indonesia dan beberapa negara luar.
Menurut dia, sangat menakutkan jika tujuan penculikan untuk penjualan organ tubuh. Perdagangan organ tubuh korban penculikan dimungkinkan jika keluarga dan orang tua lalai, lena, serta penegak hukum lengah.
Sebab itu, dia berujar, peran Komnas Perlindungan Anak dan lembaga-lembaga peduli anak lainnya harus terus memberikan perhatian lebih terhadap tujuan penculikan itu. MA, 6 tahun, menjadi korban penculikan yang dilakukan Iwan Sumarno. Iwan, 42 tahun, yang dikenal sebagai pemulung barang bekas menculik MA di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, pada Rabu, 7 Desember 2022.
Baca juga: KPAI Minta Fisik dan Mental Korban Penculikan Anak MA Diperiksa Mendalam
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.