Detik-detik MA Diculik
Iwan Sumarno alias Yudi tiba di warung kopi milik orang tua MA di atas jam 9 pagi. Warung itu dijaga Ardya Maharani, 20 tahun, kakak kedua MA. Di warung ia memesan teh manis. Tapi ia disuguhkan secangkir kopi.
"Kak, ada teh manis, enggak?" tanya Iwan.
"Enggak ada, Om. Jangankan teh, gula aja enggak ada," jawab Ardya.
"Adanya kopi. Mau, Om?"
Saat itu Iwan bersedia menerima tawaran Ardya. Dia minta dibuatkan satu cangkir lagi buat Tunggal, ayah MA. Ditambah dua susu panas untuk MA dan adiknya. "Terus adik seduh susu di sini, di warung kopi," kata Ardya, mengenang.
Keluarga MA menggunakan tiga ruang bangunan ruko. Satu untuk tempat tidur, dua ruang dipakai buat warung kopi dan kios ikan mas. Sesudah membuat minuman Ardya kembali menonton video anime One Piece di YouTube. Ketika asyik menonton terdengar Iwan menanyakan nasi.
"Ada nasi enggak, Kak?"
"Jangankan nasi Om, beras aja boro-boro punya."
"Ya sudah, ini beli beras. Masak nasi, Kak. Entar kita makan rame-rame."
Saat itu Iwan memberikan uang Rp 50 ribu ke tangan Ardya. Ardya berangkat membeli beras dan kembali memasaknya. Uang sisanya ia kembalikan ke tangan Iwan.
"Kak, ini semua jadi berapa?"
"Jadi 14 ribu, Om. Kopi dua, sama susu dua."
Dia merogoh selembar uang Rp 20 ribu tanpa mengambil sisa kembaliannya. Saat itu Iwan mengatakan kepada Ardya mau berangkat belanja ayam goreng.
"Ya, sudah Kak, saya mau beli ayam chicken dulu. Nanti kita makan rame-rame."
Menurut Ardya, setelah dari warung Iwan mampir di kios Tunggal. Di situ MA sedang berdiri menata jualan ikan hias ayahnya. Iwan mampir dan membeli dua ikan sepat dan pakan ikan lele seharga Rp 15 ribu. Dia mengulurkan uang selembar Rp 50 ribu lagi.
"Yud, ini baru penglaris belum ada kembaliannya," ujar Tunggal.
"Enggak apa-apa, Yah, pegang aja. Ketakutan amat sama anak."
Iwan langsung mencolek MA, menawarkan bocah enam tahun itu mengikutnya membeli ayam goreng di seberang rel kereta.
"Ikut, enggak? Aku mau beli ayam."
Mendengar tawaran itu, MA, kata Ardya, bersembunyi. Dia umpat agar tak dilarang ikut bersama Iwan. "Kalau ketahuan kan di-omelin kalau pergi sendiri ikut orang," ucap Ardya, anak kedua dari lima bersaudara itu.
Onih, ibu korban penculikan anak, MA, di depan kiosnya di Jalan Gunung Sahari 7A, Kelurahan Gunung Sahari Utara, Jakarta Pusat, pada Kamis, 5 Januari 2023. TEMPO/Ihsan Reliubun
Berangkatlah Iwan dan MA. Jika dua orang itu belok kiri di dekat kios jualan ikan hias, artinya benar menuju tempat ayam goreng. Kalau lurus, berarti ke tempat lain. "Saya cuma berpikir begitu doang. Eh, benar. Belok dia," ujarnya.
Ardya mengatakan sempat melaporkan kepergian MA dan Iwan ke Tunggal. Tapi ayahnya hanya melongo dari depan kios, lalu mengatakan anaknya pasti kembali.
"Ayah, si MA ikut Om Yudi."
"Ya, sudah. Enggak apa-apa. Nanti juga pulang."
Saat itulah MA tak kembali ke rumah. Keluarga MA menyisir setiap tempat. Namun, bocah itu tak ada di tempat bermain. Dua hari berikutnya, Onih, ibu MA, melapor ke Polres Jakarta Pusat. Pada 30 Desember 2022 Iwan ditetapkan dalam daftar pencarian orang.
Berdasarkan rekaman CCTV dan pengakuan pemilik Ranisa Fried Chicken, yang pernah disaksikan orang tua MA, Iwan membeli lima porsi ayam goreng plus nasi. Pada pukul 10.13 ia naik bajaj. Saat itulah polisi memburu Iwan.
Di tangan Iwan, MA hanya diberi makan sehari sekali. Ia disuruh memulung dari sore hingga malam hari. Menurut Kak Seto, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), melibatkan korban memulung adalah tindakan eksploitasi ekonomi.
Iwan mengakui melakukan kekerasan fisik kepada MA. Tindakan itu terjadi ketika anak itu meminta dipulangkan ke orang tuanya. Iwan marah karena tak punya uang, dia langsung menyentil, mencubit, dan menampar. "Katanya begitu sambil menangis," tutur Seto.
Berikutnya: Kak Seto sarankan orang tua waspada