TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Perhubungan DKI akan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk mengenakan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) kepada ojek online atau ojol.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo mengatakan undang-undang tersebut saat ini dalam tahap revisi di di DPR RI.
Syafrin menyebutkan dalam undang-undang tersebut, pengecualian dari ERP salah satunya untuk kendaraan pelat kuning atau angkutan umum. Sementara, angkutan online seperti ojek online masih menggunakan pelat berwarna hitam.
Dishub DKI tunggu hasil revisi UU Lalu Lintas di DPR
“Kami akan melihat perkembangan dari revisi UU Nomor 22 tahun 2009 yang saat ini masih ada di DPR RI,” katanya.
Ojek daring, kata dia, masuk dalam pengecualian apabila undang-undang tersebut sudah direvisi.
“Sekarang kan menjadi inisiatif DPR untuk melakukan revisi UU Nomor 22 tahun 2009 dan itu masih dalam pembahasan di sana,” katanya.
Sedangkan dalam rancangan perda (raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengusulkan agar ojek daring masuk ke dalam jenis kendaraan bermotor yang dapat dikenakan ERP.
Raperda jalan berbayar masih dibahas di DPRD DKI
Saat ini, raperda itu juga masih terus dibahas bersama dengan DPRD DKI Jakarta.
Sementara itu, masuknya ojek daring yang bisa dikenakan sistem ERP ditolak oleh para pengemudi ojek daring.
Mereka kemudian melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD DKI Jakarta di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Ratusan pengemudi angkutan daring itu meminta kepada DPRD DKI agar rencana ERP itu dibatalkan.
Mereka membentangkan sejumlah spanduk berisi penolakan sistem ERP termasuk berorasi menolak rencana penerapan jalan berbayar.
"Jangan pernah terbersit di pikiran mu berlakukan ERP jika masih berharap suara kami di 2024," demikian salah satu tulisan yang terpampang di salah satu spanduk pengunjuk rasa.
Baca juga: DTKJ: ERP Pembatasan Kendaraan Untuk Gantikan Ganjil Genap