TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran mengatakan ada dua hal yang harus dipahami publik dalam melihat kasus kecelakaan yang menewaskan Hasya Attalah Syaputra, mahasiswa UI (Universitas Indonesia). Fadil berujar ada perspektif hukum dan cara berpikir publik tentang konteks status tersangka.
Dalam Kitab Hukum Acara Pidana, kata Fadil Imran, tidak dikenal nama terlapor. Menurut dia, dalam hukum pidana dan merujuk KUHAP, orang yang terlibat dan terpenuhi unsur melawan hukum disebut tersangka.
"Jadi diksi tersangka itu cara berpikir hukum, yang memang harus begitu, kata Fadil, kepada wartawan di Gedung Polda Metro Jaya, Selasa, 31 Januari 2023.
Baca juga: Mahasiswa UI yang Tewas jadi Tersangka, BEM UI: Seperti Kasus Ferdy Sambo Jilid II
Polisi sempat menetapkan Hasya sebagai tersangka karena dianggap lalai dalam berkendara. Status tersangka itu diberikan kepada Hasya karena kelalain yang disebut polisi mengandung unsur melawan hukum. Namun, status tersangka kepada korban itu mendaapat kritik publik.
Berikutnya, Kapolda Fadil Imran menjelaskan tentang prosedur penghentian kasus pidana. Menurut dia, dalam hukum acara pidana, penghentian kasus harus memenuhi tiga hal, yakni demi hukum, tidak cukup bukti, dan bukan tindak pidana.
Hasya tewas setelah ditabrak mobil Eko Setia Budi Wahono, purnawirawan Polri berpangkat Ajun Komisaris Besar. Insiden itu terjadi di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Kamis malam, 6 Oktober 2022. Hasya ditabrak mobil Pajero Eko saat mengendarai sepeda motor sepulang kuliah.
Pada 6 Januari Polda Metro Jaya mengeluarkan surat penetapan tersangka atas nama Hasya. Sementara surat penghentian kasus atau SP3 diberikan pada 27 Januari lalu. Setelah kasus ini diprotes, polisi kembali membuat tim untuk mengusut ulang kematian Hasya.
Menurut Fadil, Tim Asistensi dan Konsultasi yang baru dibentuk tadi akan merekonstruksi ulang kasus tabrakan Hasya Atallah Syahputra. Tujuannya mencari fakta kematian Hasya lebih obyektif. "Karena meilbatkan pakar-pakar yang ada," kata dia.
Sejumlah pakar atau tim eksternal diwakili Komisi Hukum DPR, Komisi Kepolisian Nasional, Ombudsman RI, pengamat transportasi, pakar hukum, ATPM Mitsubishi, dan wartawan.
Sementara tim internal, di antaranya Korps Lalu Lintas, Inspektur Pengawasan Daerah, Direktorat Lalu Lintas, Bidang Hukum, Bidang Kedokteran dan Kesehatan, dan jajaran Dirlantas Polda Metro Jaya.
Baca juga: Kompolnas Usul Dirlantas Polda Metro Jaya Periksa Saksi Ahli untuk Kasus Tabrakan Mahasiswa U