TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum atau JPU mengungkap asal muasal lima kilogram tawas yang ditukar dengan sabu dalam sidang dakwaan eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara. Dalam dakwaan tersebut, Syamsul Ma'arif alias Arif yang merupakan orang kepercayaan Dody membeli 5 kilogram tawas secara daring untuk ditukar dengan sabu.
"Saksi Syamsul Ma'arif datang ke ruang kerja terdakwa dengan membawa tas hitam yang telah berisikan tawas seberat lima ribu gram, yang saksi Syamsul Ma'arif beli melalui platform toko online Tokopedia, serta saksi Syamsul Ma'arif juga membawa linggis kecil," kata tim JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 1 Februari 2023.
Kejadian tersebut terjadi pada 14 Juni 2022 sekitar pukul 12.00. Dody kemudian sempat menuju Aula Polres Bukittinggi, saat kembali ke ruangannya sudah ada lima kilogram sabu yang ditukar.
Peti tempat penyimpanan barang bukti berisi sabu yang hendak dimusnahkan itu terlihat rapi setelah sempat dibuka. Kemudian Dody menyuruh Arif untuk membawa sabu tersebut ke rumah dinas Kapolres Bukittinggi.
Pemusnahan barang bukti sabu hasil pengungkapan kasus dilaksanakan pada 15 Juni 2022 sekitar pukul 10.00. Dari total 41,4 kilogram sabu, yang dimusnahkan 35 kilogram. Itu sudah termasuk lima kilogram sabu yang sudah ditukar tawas, sisanya untuk barang bukti tersangka di persidangan.
Selanjutnya Dody Prawiranegara kirimkan video pemusnahan barang bukti kepada Teddy...
Dody pun mengirimkan video pemusnahan barang bukti kepada Teddy pada 16 Juni 2022. Menurutnya, itu merupakan berita yang bagus.
Baca: Dakwaan Jaksa Sebut AKBP Dody Sempat Tolak Perintah Teddy Minahasa Tukar Sabu dengan Tawas
"Pada tanggal 23 Juni 2022 sekira pukul 14.00, saksi Teddy Minahasa Putra mengirimkan nomor handphone atas nama Anita Cepu melalui pesan aplikasi WhatsApp kepada terdakwa," kata seorang JPU saat membaca dakwaan.
Pengacara dari Dody, Adriel Viari Purba, mengatakan kliennya itu melakukan tidak dengan niat mengedarkan narkoba. Dody melibatkan Arif dianggap sebagai cara lain agar anak buah yang anggota Polri tidak ikut terlibat.
Selain itu, kata Adriel, ini merupakan atas dasar perintah dari Teddy Minahasa. Dody Prawranegara melaksanakan perintah tersebut untuk menyenangkan atasannya. "Saya rasa arahan itu yang disebutkan di dalam dakwaan Pak Dody, itu menurut kami sangat tidak tepat. Yang tepat itu adalah perintah, dan perintah itu jelas mengandung kuasa otoritas," tuturnya setelah persidangan.