TEMPO.CO, Jakarta - Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menyebut pembunuhan sopir taksi online oleh anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri (Densus 88) peristiwa yang mengerikan. Terlebih motif Brigadir Dua Haris Sitanggang atau Bripda HS membunuh karena ingin menguasai harta korban dan terlilit utang.
Ia menilai kasus pembunuhan sopir taksi online oleh anggota Densus 88 bisa membuat masyarakat khawatir karena satuan tersebut memiliki data-data sensitif tentang publik dan akses pada kekerasan.
“Kalau saya sebagai dosen, terlibat pinjol (pinjaman online), paling-paling saya ngamuk sendiri, jedot-jedotin kepala ke dinding, kita, kan, tidak punya senjata, paling-paling marah-marah ke mahasiswa, paling-paling saya diskors oleh dekan. Tapi, kalau polisi, Densus pula, waduh bahaya banget itu,” kata Adrianus.
Menurut Adrianus, Densus 88 harus cepat-cepat mengeluarkan anggotanya dari satuan jika memang sering bermasalah. “Jangan punya akses pada Densus, dan punya akses data-data sensitif yang diberikan oleh Densus,” tuturnya.
Korban Diduga Sudah Diintai Sejak Lama
Kuasa hukum keluarga Sony Rizal Taihitu, sopir taksi online korban pembunuhan, Jundri R. Berutu, menduga Bripda HS telah menguntit kliennya beberapa hari sebelum akhirnya melancarkan aksinya.
"Informasi yang kami peroleh bahwa pelaku ini memang sudah mempersiapkan mulai dari hari Jumat dia sudah mengintai," tutur dia di Polda Metro Jaya, Selasa, 7 Februari 2023.
Sony ditemukan tewas pada Senin, 23 Januari 2023. Bripda HS diduga ingin mencuri mobil Toyota Avanza warna merah dengan pelat nomor B 1739 FZG yang dikendarai sopir taksi online itu.
Jundri menganggap perkara ini adalah suatu pembunuhan berencana. Sebab pelaku telah menyiapkan alat untuk membunuh.
Pilihan Editor: Kriminolog UI: Tiga Alasan Pembunuhan Sopir Taksi Online oleh Anggota Densus 88 Mengejutkan