TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno memberikan solusi agar masyarakat yang tak bisa membayar cicilan tidak sampai didatangi debt collector. Dia menyarankan masyakarat datang langsung ke perusahaan pembiayaan.
“Harapan kami, masyarakat kalau saja ada permasalahan cicilan yang terlambat datanglah ke perusahaan pembiayaan, komunikasi intinya,” tutur Suwandi di Polda Metro Jaya, Senin, 6 Maret 2023.
Seperti saat pandemi Covid-19, kata Suwandi, ada solusi soal permasalahan ekonomi yang muncul karena dinamika pandemi.
“Nah, kami melakukan restrukturisasi, rescheduling yang tenornya diperpanjang, cicilan dikurangi, ada yang hanya bayar 30 persen dulu, hampir 50 persen Rp 250 triliun,” ucapnya.
Hal ini disampaikan Suwandi usai diskusi dengan kepolisian setelah muncul kasus debt collector bentak polisi saat melakukan penarikan mobil selebgram Clara Shinta.
Menurut Suwandi, aset perusahaan pembiayaan sebesar Rp 450 triliun dari piutang, tagihan dan 63 persen sampai 65 persen dari pembiayaan sepeda motor dan mobil. Aset tertinggi diperoleh dari debitur masyarakat yang membeli sepeda motor dan mobil secara mengangsur.
“Perusahaan pembiayaan seperti ini sangat dekat dengan masyarakat terutama bawah,” kata Suwandi.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran adakan focus group discussion (FGD) bersama Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, dan Direktur Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK Yustianus Dapot, Senin, 6 Maret 2023 di Gedung Balai Pertemuan Jaya. Tempo/Wahyuni Diahsari
Ketua APPI itu meminta debitur atau peminjam juga harus memahami bahwa perusahaan pembiayaan juga mempunyai tanggungan cicilan terhadap perbankan.
“Sebenarnya masyarakat juga perlu tahu bahwa modal perusahaan pembiayaan tidak seluruhnya dari pemegang saham tapi juga meminjam. Artinya kita harapkan bahwa ini menjadi salah satu ekosistem para debitur membayar cicilannya. Kami bisa membayar kepada bank,” katanya.
Meski ada desakan pembayaran perbankan, perusahaan pembiayaan tidak membenarkan perilaku kasar bahkan hingga kekerasan saat melakukan eksekusi atau penarikan kendaraan. Jika, terbukti ada debt collector yang masih menggunakan cara seperti itu akan dicabut sertifikasinya.
“Pencabutan sertifikasi, mereka tidak bisa lagi bekerja. Ini keras. Dari 145 ribu yang sudah tersertifikasi kurang lebih ada seribu debt collector pernah dicabut," kata dia.
Pilihan Editor: Kapolda Metro Jaya Soroti Kasus Debt Collector, Modus Mata Elang dan Penagihan dengan Kekerasan Banyak Terjadi