TEMPO.CO, Jakarta - Warga Tanah Merah, Jakarta Utara yang selama ini bermukim dekat dengan Depo Pertamina Plumpang mencatat berbagai intervensi pemerintah yang masuk ke permukiman mereka, kendati selama ini mereka dianggap sebagai permukiman ilegal.
Intervensi pemerintah itu mulai dari soal pembayaran pajak, status lahan hingga soal urusan kependudukan. Berbagai intervensi itu, mereka tulis dalam sebuah dokumen berjudul Sejarah Singkat Tanah Merah Plumpang Jakarta Utara.
Bila membaca dokumen sejarah yang disusun dan ditulis oleh Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu ini, intervensi pihak luar bukan baru-baru ini saja. Isu soal IMB kawasan misalnya, mencuat setelah kebakaran Depo Pertamina Plumpang.
Jauh sebelum Gubernur DKI Anies Baswedan memberikan IMB kawasan yang bersifat temporer, dan juga Gubernur sebelumnya, Joko Widodo memberikan mereka KTP, terdapat serangkaian intervensi pemerintah terhadap warga Tanah Merah yang telah dimulai berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Dokumen itu diawali dengan cerita sebelum proses Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) oleh warga Tanah Merah. Semua bermula pada tahun 1980, Harun Al-Rasid yang saat itu menjabat sebagai Wakil Wali Kota Jakarta Utara memberikan perintah kepada Ata Ahmadi dan H. Muhidin untuk mengkoordinir sebanyak mungkin para penggarap lahan Tanah Merah. Tujuannnya, agar lahan dimanfaatkan dan tidak terlantar.
Aktivitas penggarapan tanah dan pembangunan rumah di kawasan Tanah Merah sudah berlangsung lama. Catatan sejarah itu menerangkan bahwa, ada pernyataan salah satu warga yang bernama Rudihartono, yang telah menempati dan memiliki bangunan di Tanah Merah sejak 1970. Selain itu, mereka mengklaim sudah ada aktivitas pelimpahan hak (jual beli) pada 1964.
Instruksi Gubernur DKI tentang penertiban bangunan dan pendataan penduduk Tanah Merah