TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus peredaran narkoba jenis sabu Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh Jaksa penuntut umum atau JPU. Eks Kapolda Sumatra Barat atau Sumbar itu disebut telah mengkhianati perintah Presiden.
“Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika,” kata salah satu jaksa saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis 30 Maret 2023.
Sementara itu, Majelis Hakim mengungkapkan akan mengebut persidangan perkara Teddy Minahasa. Perkara tersebut ditargetkan rampung di Pengadilan Negeri Jakarta Barat awal Mei 2023. Jika vonis tuntutan JPU dikabulkan Majelis Hakim, Teddy Minahasa bakal jadi petinggi kepolisian yang dihukum mati setelah Ferdy Sambo.
Berikut rangkuman kasus Teddy Minahasa dan Ferdy Sambo yang sama-sama dibayangi hukuman mati.
1. Kasus Teddy Minahasa
Teddy Minahasa ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Divisi Profesi dan Pengamanan atau Propam Markas Besar Polri pada Jumat, 14 Oktober 2022 silam. Penangkapan tersebut atas perintah Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Mantan Kapolda Sumbar berpangkat Inspektur Jenderal itu diduga terlibat dalam kasus peredaran narkoba jenis sabu. Dia diduga menukarkan barang bukti sitaan Polres Bukittinggi dengan tawas.
Penukaran sabu ini bermula dari pengungkapan kasus narkoba oleh Polda Sumbar pada Mei 2022 dengan barang bukti 41,4 kilogram sabu senilai Rp62,1 miliar. Sabu yang ditukarkan dengan tawas diduga diedarkan kembali. “Iya diganti dengan tawas lima kilogram,” ujar Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mukti Juharsa di Polres Metro Jakarta Pusat, Jumat, 14 Oktober 2022.
Pada 15 Oktober 2022, Teddy Minahasa menjalani proses pemeriksaan. Tetapi pemeriksaan tidak dilakukan hingga tuntas karena lantaran tersangka meminta didampingi penasihat hukum. Setelah sebelumnya sempat ditunda, pemeriksaan dilanjutkan pada 17 Oktober 2022, berdasarkan laporan Tempo. Namun pemeriksaan tersebut tidak bisa diliput media.
Pada 18 Oktober 2022, lima anggota Polda Sumbar dipanggil oleh Mabes Polri atas dugaan penghilangan barang bukti narkoba seberat lima kilogram oleh Teddy Minahasa dan juga AKBP Dody Prawiranegara yang merupakan bekas Kapolres Bukittinggi. Pada Senin 24 Oktober, Dody beserta Samsul Maarif yang merupakan bawahan Teddy Minahasa dan juga Linda Pujiastuti yang merupakan teman dari Teddy Minahasa menawarkan diri untuk menjadi justice collaborator.
Pada 2 November 2022 Polda Metro Jaya melalukan pelengkapan berkas untuk sidang. Pada saat bersamaan Teddy diketahui ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya selama 20 hari. Kemudian pada 4 November Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP atas kasus Teddy Minahasa terduga mengedarkan narkoba.
Pada 2 Februari 2023, Teddy Minahasa akhirnya menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan. Teddy dikenai Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hasil penyelidikan Polda Metro Jaya mengungkap Teddy terlibat kasus peredaran narkoba dan dianggap sebagai pengendali bisnis haram tersebut.
Fakta-fakta terbaru terungkap setelah sejumlah saksi memberikan keterangan dalam sidang. Sejumlah saksi, antara lain para polisi di Jakarta yang ikut menjual sabu dari Bukittinggi telah dihadirkan dalam persidangan. Para saksi ahli juga diminta keterangannya di persidangan, seperti eks Kepala BNN Komjen Ahwil Luthan yang kini menjadi Koordinator Kelompok Ahli BNN.
Terbaru, Teddy Minahasa dituntut Vonis hukuman mati oleh JPU pada persidangan kemarin, Kamis 30 Maret 2023. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menuturkan perwira tinggi Polri itu adalah pelaku utamanya. Selain itu, menurut Ketut, pertimbangan lainnya adalah Teddy tidak mengakui perbuatannya. Jaksa juga menilai eks Kapolda Sumbar itu berbelit memberi keterangan serta menyangkal perbuatannya selama persidangan.
Pertimbangan lain yang memberatkan adalah Teddy menikmati hasil penjualan sabu. Sebagai Kapolda Sumbar saat itu, dia tidak mencerminkan aparat penegak hukum yang baik dan menyalahgunakan jabatannya. Alhasil, perbuatan jenderal bintang dua ini merusak kepercayaan publik terhadap Polri. Selain itu, dia juga merusak nama baik korps Bhayangkara.
“Terdakwa adalah pelaku intelektual (intelectual dader) atau pelaku utama dari seluruh perkara yang ditangani di kejaksaan, sehingga hukumannya harus lebih berat daripada terdakwa lainnya,” ujar dia dalam keterangannya, Kamis, 30 Maret 2023.
Selanjutnya: Hukuman mati untuk Ferdy Sambo