TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan geleng-geleng kepala dan tampak emosi saat stafnya melaporkan video Haris Azhar di YouTube yang berjudul ‘ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA!! NgeHAMtam’. Luhut menyebut tuduhan dirinya bermain tambang di Papua menyakitkan hatinya.
Momen itu diceritakan dalam surat dakwaan terhadap Haris Azhar yang diterima Tempo. Jaksa menyebut pada 23 Agustus 2021 Asisten Bidang Media Menko Marves Singgih Widiyastono menghadap Luhut di ruang kerjanya. Ia memutar video dan menunjukkan percakapan antara Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, di menit 14:23 hingga 14:33.
Dalam video itu Fatia mengatakan ‘Jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini’. Hal ini yang mengusik Luhut.
“Menyebabkan saksi Luhut Binsar Pandjaitan geleng-geleng kepala nampak emosi dan menyampaikan kepada saksi Singgih. ‘Ini keterlaluan’ kata-kata Luhut. ‘Luhut bermain tambang di Papua’ itu tendensius, tidak benar dan sangat menyakitkan hati saya. Saya merasa nama baik dan kehormatan diri saya diserang’ lalu saksi Luhut mengatakan ‘di negeri ini tidak ada kebebasan berpendapat yang absolut. Semua harus dapat dipertanggungjawabkan’," bunyi surat dakwaan itu.
Perkara ini berawal dari Haris Azhar dan Fatia yang mengangkat hasil kajian Koalisi Bersihkan Indonesia yang berjudul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’ di akun YouTube-nya. Laporan ini memuat praktek bisnis tambang di Blok Wabu dan situasi kemanusiaan serta pelanggaran HAM serta benturan kepentingan pejabat publik dalam praktek bisnis di Blok Wabu.
Jaksa berpendapat hasil kajian Koalisi Bersihkan Indonesia belum dapat dipastikan kebenarannya. Selain itu, Haris Azhar disebut tidak pernah melakukan konfirmasi tudingannya kepada Luhut.
Dalam kasus ini jaksa mendakwa Haris Azhar dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dakwaan kedua diancam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiga, Pasal 310 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa memaparkan poin-poin kesalahan Haris termasuk dalam penjudulan video, yakni penggunaan kata ‘Lord’. Menurut jaksa, kata ‘Lord’ yang berarti tuan, raja, dan penguasa tertinggi dalam video itu memiliki makna negatif
Jaksa mempermasalahkan pula frasa ‘Ada’ yang berarti Luhut dianggap terlibat langsung atau tidak dalam kegiatan ekonomi dan operasi militer di Intan Jaya, Papua.
“Lalu tanda baca -(strip) pada frasa RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA menunjukkan rangkaian makna yang tidak terpisahkan bahwa kegiatan ekonomi-ops Militer Intan Jaya dan tanda seru ganda yang dimaknai sebagai hambatan kesungguhan rasa emosi yang sangat kuat terkait keterlibatan saksi Luhut dalam kegiatan,” tulisnya.
Pilihan Editor: Kasus Haris Azhar dan Fatia, Luhut: Kita Lihat Salah Benar di Pengadilan