"Nasrullah melakukan perbuatan cabul sebanyak dua kali," kata kuasa hukum korban, Shanti Dewi, pada wartawan, Senin (20/4), di kantornya di Jalan Wolter Monginsidi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Perbuatan pertama, lanjut Shanti, terjadi di kantor hukum Nasrullah di lantai 15 Gedung Arthaloka, Jalan Jenderal Sudirman Kavling 2, pada akhir Desember 2000 sekitar pukul 16.30 WIB. Sedangkan perbuatan kedua dilakukan Nasrullah di Kampus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, pada Desember 2001, sekitar pukul 13.00 WIB.
Menurut Shanti, kuasa hukum Niken yang berasal dari kantor pengacara Praja&Partners telah melaporkan Nasrullah ke Unit II Remaja, Anak, dan Wanita Polda Metro Jaya pada Jumat (17/4) lalu. Berkas laporan itu dijadikan satu dengan laporan korban pertama Nasrullah yang mengaku diperkosa sang dosen. Nomor laporan itu adalah LP/2469/K/X/2008/SPK Unit II.
Dengan adanya laporan terbaru ini, maka jumlah mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah melaporkan Nasrullah berjumlah tiga orang. Sebenarnya, kata Shanti, ada satu mahasiswi lagi yang melaporkan perbuatan Nasrullah. Namun, entah dengan alasan apa laporan korban ketiga tersebut dicabut.
Alasan korban kedua baru melaporkan Nasrullah setelah sembilan tahun pasca peristiwa, kata Shanti, dikarenakan status Niken yang hingga kini masih mahasiswi. "Nasrullah kan saat itu masih berstatus dosen, tapi sekarang dia telah dipecat," kata Shanti. Karena itulah Niken baru berani melaporkan Nasrullah pada April ini.
Disebutkan Shanti, Niken saat ini statusnya masih mahasiswi di FHUI. Dia sedang berusaha menyelesaikan kuliahnya dengan menyusun skripsi sebagai persyaratan kelulusan. Shanti enggan menyebut identitas Niken lebih lanjut, termasuk program pendidikan yang diambilnya apakah ekstensi atau reguler. Alasannya, tim kuasa hukum ingin melindungi privasi kliennya, apalagi hal ini menyangkut kasus dugaan pencabulan.
Meskipun telah berlangsung lama dan hanya bermodal pengakuan Niken, tim kuasa hukum yakin bisa menjerat Nasrullah atas dugaan pelanggaran Pasal 294 ayat 2 KUHP tentang pencabulan dan pelecehan seksual dan Pasal 335 ayat 1 KUHP tentang pemaksaan dan perbuatan tidak menyenangkan. Atas dugaan pelanggaran kedua pasal itu, kata Shanti, Nasrullah bisa dipidana maksimal tujuh tahun penjara.
Tim kuasa hukum berpendapat, dalam kasus pencabulan dan pelecehan seksual, memang sangat sulit mencari saksi mata ataupun barang bukti berupa visum, apalagi peristiwanya sudah lama. "Karena itu dalam kasus pencabulan tidak diperlukan adanya saksi, tapi cukup hanya pernyataan saja," kata Shanti.
Terkait proses hukum korban pertama yang juga ditanganinya, Shanti mengatakan proses masih terus berlangsung. Hingga kini, polisi masih terus mencari alat bukti dugaan perkosaan yang dilakukan Nasrullah, juga atas mahasiswi FHUI. Selain itu, polisi juga telah meminta keterangan saksi ahli dari pakar hukum pidana dari FHUI Rudi Satrio.
AMIRULLAH