TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Teddy Minahasa menganggap kasus sabu yang menjeratnya hanya konspirasi dan rekayasa. Dalam pleidoinya, eks Kapolda Sumatera Barat itu mengatakan banyak kejanggalan yang tujuannya hanya untuk menghancurkan karier dan membunuh karakter serta berdampak pada keluarganya.
"Dalam proses hukum yang saya alami ini terjadi banyak sekali kejanggalan dan un-procedural yang dilakukan sejak proses penyidikan dan penuntutan dengan memanfaatkan para terdakwa lainnya yang mengarah kepada sebuah konspirasi dan rekayasa," ujar Teddy saat membacakan pleidoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis, 13 April 2023.
Teddy menyampaikan awal penetapannya sebagai tersangka yang tidak sesuai prosedur. Dia merasa telah dibidik untuk dijatuhkan melalui kasus peredaran lima kilogram sabu.
Lalu hasil ekstrak pesan WhatsApp dari handphone-nya melanggar Pasal 6 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Alasannya proses digital forensik tidak dilalui menurut prosedur yang benar dan menghasilkan bukti yang tidak utuh.
Dia menganggap ahli digital forensik Polda Metro Jaya tidak bekerja sesuai standar karena bukti pesan WhatsApp yang ditunjukkan sejak penyidikan dan persidangan tidak utuh.
"Ini artinya bahwa konstruksi berpikir ahli digital forensik dan petugas laboratorium forensik adalah sesuai dengan 'pesanan', karena seharusnya hasil laboratorium digital forensik disajikan secara utuh," kata Teddy Minahasa.
Selanjutnya Teddy Minahasa ungkap kejanggalan lain dalam kasusnya...