TEMPO.CO, Jakarta - Tim penasihat hukum Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra menganggap dakwaan kliennya harus batal demi hukum. Jaksa Penuntut Umum justru meminta Majelis Hakim tidak mengabulkan karena suatu alasan yang keliru.
"Kami tim penuntut umum dalam perkara ini berpendapat bahwa pleidoi tim penasihat hukum dan terdakwa haruslah dikesampingkan. Selain itu, uraian-uraian pleidoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk mengugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata Jaksa Iwan Ginting di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa, 18 April 2023.
Dalam repliknya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai pihak Teddy juga tidak memahami Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana soal kapan harus menentukan suatu dakwaan batal demi hukum.
Alasan kedua adalah karena keliru dan mengada-ada untuk mengaburkan fakta dengan tujuan lolos dari jeratan hukum. Dalam pleidoinya, Teddy menganggap jaksa salah dakwaan pasal, karena seharusnya eks Kapolda Sumatera Barat itu diposisikan sebagai penyidik.
Dalam pleidoi itu, Teddy menganggap dirinya tidak bisa dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Anggapan penasihat hukum, harusnya dijerat Pasal 140 juncto Pasal 87, 89, 90, 91 ayat (2) dan ayat (3), dan lain-lain.
"Fakta terdakwa sendiri saat tempus dan locus kejadian tersebut tidak memiliki surat perintah penyidikan, sehingga terdakwa saat kejadian bukanlah bertindak sebagai penyidik yang berwenang melakukan penyidikan atas perkara tindak pidana narkotika yang penyidikannya ditangani oleh penyidik sebagaimana Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh Polres Bukittinggi," ujar Jaksa.
Selanjutnya alasan penolakan ketiga JPU atas pleidoi Teddy Minahasa