TEMPO.CO, Jakarta - Tenda biru itu berdiri persis di samping pintu masuk Jakarta International Stadium (JIS), Jakarta Utara. Di sana tinggal Agus Rianto bersama dengan empat keluarga lain, bekas warga Kampung Bayam, yang tergusur akibat pembangunan JIS.
Agus menuturkan, eks warga Kampung Bayam yang memilih bertahan baru membangun tenda tersebut pada 21 April 2023. Meski masih tinggal di tanah Kampung Bayam, tapi ada yang berbeda di momen Lebaran Idul Fitri tahun ini.
Tak ada lagi silaturahmi antar-warga Kampung Bayam. “Berbedalah kami Lebaran di tenda, kan biasanya di kampung. Kampung umumnya bertetangga. Suka dukanya kan namanya di kampung ada semangat untuk Lebaran,” kata dia kepada Tempo, Minggu, 23 April 2023.
Dari pantauan Tempo, dua anak tengah tertidur di dalam tenda yang berlokasi di samping persimpangan rel kereta api itu. Ada juga warung di dekat tenda dan aktivitas cuci baju.
Agus memaparkan pendirian tenda itu sebagai bentuk protes eks warga Kampung Bayam lantaran PT Jakarta Propertindo (Jakpro) tak kunjung menepati janji soal kampung susun.
Sebelumnya, Pemprov DKI melalui PT Jakpro membangun kembali hunian untuk bekas warga Kampung Bayam yang tergusur. Hunian tersebut berupa rumah susun dengan total 135 unit. Ada tiga menara di sana dengan rincian Tower A (50 unit), Tower B (35 unit), dan Tower C (50 unit).
Mantan Gubernur DKI Anies Baswedan meresmikan rusun itu pada Rabu malam, 12 Oktober 2022 dan menamainya Kampung Susun Bayam. Menurut Agus, Jakpro menjanjikan warga bisa pindah ke kampung susun pada 22 November 2022, tapi tidak juga terealisasikan hingga kini.
Sebelum tergusur, ada 600 keluarga yang tinggal di Kampung Bayam. Sementara itu, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI Jakarta hanya memberikan jatah 123 unit di Kampung Susun Bayam.
Agus melanjutkan masalah ini mencuat lantaran tidak ada kesepakatan soal tarif sewa rusun. Awalnya, Jakpro menetapkan biaya sewa Rp 3,5 juta per bulan.
Warga pun menolak dan akhirnya tarif diturunkan menjadi Rp 1,5 juta. Namun, warga masih keberatan hingga akhirnya nilai sewa turun lagi menjadi Rp 750 ribu per bulan di luar biaya listrik, air, dan perawatan.
Menurut Agus, harga itu juga masih dianggap terlalu mahal, karena mayoritas eks warga Kampung Bayam berpenghasilan rendah. “Tahu sendiri penghasilan kami apa, enggak ada yang kerja kantoran,” katanya.
Masalahnya, tak ada negosiasi harga sebelum JIS dibangun. Jakpro baru memulai diskusi soal tarif sewa pasca Anies Baswedan lengser.
Agus melanjutkan Jakpro memang pernah memberikan ganti rugi penggusuran senilai Rp 30 juta. Ganti rugi itu meliputi biaya kontrak rumah satu tahun, asuransi pindahan, pembongkaran, dan dagang usaha.
Karena itulah, mayoritas warga pindah ke kontrakan. Akan tetapi, pria 42 tahun ini melanjutkan, sudah selesai waktu warga mengontrak, tenggat waktu hanya sampai 20 November 2022. Warga lantas menagih janji Pemprov DKI untuk bisa menghuni Kampung Susun Bayam.
Warga lain, Aceng, menyebut bukannya eks penduduk Kampung Bayam menolak membayar sewa. Mereka merasa tak sanggup melunasi tarif sewa yang masih dipatok Rp 750 ribu per bulan.
“Keluarga pemulung emang bisa bayar sebulan, orang hidup makan sehari-hari aja susah,” ujarnya.
Pantauan Tempo, tak banyak eks warga Kampung Bayam yang bermukim di tenda hari ini, apalagi bersama-sama merayakan Idul Fitri 2023 seperti tempo dulu. Aceng berujar, Wali Kota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim sempat menyambangi domisili sementara di dekat JIS tersebut dan berjanji segera menuntaskan masalah rusun.
“Bahkan, (kami) baru bikin tenda ini, Wali Kota datang ke sini. Dia menjanjikan minggu ini,” katanya.
Pilihan Editor: Wali Kota Jakarta Utara Tawarkan Warga Kampung Bayam Pindah ke Rusun Lain Bukan ke Kampung Susun Bayam
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.