TEMPO.CO, Jakarta - Tanggapan warga soal penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi warga yang telah keluar dari Jakarta bervariatif. Ada yang setuju, ada juga yang tidak setuju.
Salah satunya adalah Aini Setya Paramitha, warga Jakarta yang pindah ke Bekasi karena ikut suaminya. Ia bekerja di kawasan Tebet. Menurutnya, usulan penonaktifan NIK Kartu Tanda Penduduk (KTP) perlu dipikirkan matang-matang.
“Sebaiknya dipikirkan dahulu secara matang-matang. Apalagi birokrasi pemerintahan yang mengurusnya masih suka memperlambat, dan pelayanannya kurang menyenangkan. Ini membuat warga malas untuk mengurus pemindahan,” katanya saat ditemui Tempo di kawasan Bundaran HI, Sabtu, 6 Mei 2023.
Mitha menyatakan bertahan dan tidak mengurus surat kepindahan karena bekerja di Jakarta. Meski demikian, ia harus ikut suaminya.
“Yang membuat bertahan karena kerja di Jakarta dan keluarga di Jakarta semua, bukan karena masalah fasilitas dari pemerintah. Kami malas saja sama pelayanan di kelurahan dan kecamatan, menunggunya lama,” ucapnya.
Baca juga: Komisi Pemerintahan DPRD Minta Penonaktifan NIK KTP DKI Dilakukan Usai Pemilu
Usulan soal KTP DKI Jakarta
Berbeda dengan Mitha, warga Jakarta lain, Alex Susilo menyatakan setuju dengan ide itu. Meski demikian, ada kriteria khusus.
“Kalau saya sih setuju ya. Jika seseorang sudah menetap lama di daerah lain selama lebih dari 5 tahun dia harus memiliki KTP daerah itu dan KTP DKI dinonaktifkan karena membuat kita ilegal tinggal di daerah. Mestinya orang seperti itu memiliki KTP daerah bukan KTP DKI Jakarta lagi,” katanya. Alex merupakan warga asli Jakarta yang saat ini tinggal di kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat.
Pilihan Editor: Rencana Penonaktifan NIK, Penduduk ber-KTP DKI Harus de facto Tinggal di Jakarta
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.