TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) menyoroti pemenuhan hak pendidikan anak berhadapan dengan hukum berkaca pada AG yang divonis 3,5 tahun dalam kasus Mario Dandy. Anak berumur 15 tahun itu dikabarkan tak mendapatkan pendidikan formal maupun home schooling selama ditahan dalam proses hukum kasus penganiayaan terhadap D, anak pengurus GP Ansor.
Menurut Reny Haning dari PKTA, hak pendidikan bagi anak berhadapan dengan hukum di masa tahanan sering tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Banyak anak terpaksa putus sekolah karena terbelit tindak pidana.
Ia juga menyoroti pada sikap instansi sekolah yang langsung meminta anak mengundurkan diri meski kasus hukum baru mencuat.
“Tahun 2016 dari data Bapas, itu hanya 39 persen anak di dalam lembaga ini mendapat akses pendidikan,” kata Reny dalam diskusi daring bertajuk mendorong proses hukum anak AGH, Rabu, 10 Mei 2023.
Ia juga memaparkan berdasarkan data Bapas, angka anak putus pendidikan di Jawa Tengah sebanyak 60 persen karena proses hukum dan 6,3 persen memilih mengundurkan diri. Reny belum mendapatkan data Bapas terbaru di Jakarta.
“Karena ada situasi kerentanan terhadap anak. Jadi, walaupun kita bilang di dalam SPPA pasal 3, anak berhak mendapatkan pendidikan tetapi tidak didesain keselamatan anak itu,” ucapnya.
Hal ini menimbulkan perspektif bahwa anak mendapatkan kekerasan yang berlipat ganda. Kata Reny, ini juga membuat anak tidak percaya diri untuk sekolah.
“Walaupun sekolah bilang oke kami tidak mengeluarkan anak. Tapi proses dari sekolah lebih baik mengundurkan diri bahasa halusnya karena membuat malu almamater, membuat malu institusi pendidikan. Saya kira itu masih menutup mata,” ucapnya.
Bukan saja pada kasus AG, hal itu juga bisa terjadi dalam kasus-kasus lain yang menimpa anak. Bahkan belum sampai masuk ke proses hukum banyak anak yang sudah diminta untuk mengundurkan diri.
“Lihat banyak sekali ya kasus ketika anak belum sampai diproses peradilan saja baru tanda kutip terduga saja. Itu sekolah serta-merta mengeluarkan,” kata dia.
Berkaca dari kasus AG, Reny menyebut peran penanganan harus dibenahi untuk menangani kasus-kasus serupa nanti yang terjadi dan menimpa anak.
“Saat yang tepat, yuk sama-sama memperbaiki diri AG ini akan membuat citra buruk atau baik bagi anak-anak lain ketika mengalami kasus yang sama,” ucapnya.
Selanjutnya AG tidak memperoleh hak pendidikan selama menjalani proses hukum...