TEMPO.CO, Jakarta - Fatia Maulidianty, Koordinator KontraS yang menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta Luhut untuk hadir dalam sidang pemeriksaan saksi yang digelar 29 Mei 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
“Jadi, harapan saya mungkin sama dengan Haris. Itu harus dipenuhi jika memang saksi korban merasa sebagai korban dan merasa sebagai warga biasa yang dirugikan oleh saya dan Haris. Maka harus datang,” kata Fatia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 22 Mei 2023.
Ia berharap Luhut Pandjaitan datang sebagai warga biasa yang tidak membawa embel-embel jabatannya dan memberikan kesaksian sebagai korban tanpa protokol sebagai menteri.
“Tanpa membawa jabatannya sedikitpun dan dengan protokol-protokol yang dia punya dari privilegenya,” ucapnya.
Hal itu ia sampaikan lantaran laporan Luhut sebagai korban dan pelaporan itu personal sebagai warga negara Indonesia tanpa membawa jabatan. Fatia dan kuasa hukumnya mendesak Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan Luhut sebagai korban datang di sidang pertama tersebut.
“Jadi harapannya jaksa bisa memenuhi itu, karena dia saksi korban harus memenuhi persyaratan persidangan,” tuturnya.
Selain meminta Luhut hadir di persidangan, pihak Fatia juga meminta Luhut didahulukan dalam pemeriksaan di persidangan.
Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Cokorda Fede Arthana dalam persidangan sela, Senin, 22 Mei 2023 mengatakan persidangan saksi akan digelar pada 29 Mei 2023 mendatang.
"Kami memerintahkan saudara penuntut umum untuk melanjutkan perkara ini tentunya pada tahap berikutnya yaitu pemeriksaan saksi supaya dihadirkan pada persidangan yang akan datang 29 Mei 2023," kata Cokorda dalam sidang sela.
Luhut melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya setelah keduanya membahas laporan berjudul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’ dalam sebuah video podcast di YouTube Haris Azhar. Kajian cepat itu dikerjakan oleh Koalisi Bersihkan Indonesia soal praktik bisnis di Blok Wabu, Papua.
Keduanya dianggap hanya membuat pernyataan sepihak karena menyebut nama Luhut Binsar Pandjaitan dalam sebuah pertambangan di Papua. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu marah dan sempat memberi somasi dua kali sebelum melapor Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya.
Pilihan Editor: Hakim Tidak Bacakan Seluruh Isi Putusan Sela, Pengacara Haris Azhar Pertanyakan Naskah Komnas HAM