TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Anti Kekerasan Berbasis Gender terhadap Anak Perempuan atau Koalisi AG-AP merasa ada pelanggaran berat yang dilakukan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Peneliti Indonesia Judicial Research Society atau IJRS Aisyah Assyifa menuturkan, pelanggaran itu perihal waktu pembelaan AG, perempuan usia 15 tahun, di kasus Mario Dandy Satriyo.
"Ini merupakan salah satu pelanggaran yang paling berat menurut kami, adalah hakim tunggal tidak memberikan waktu yang cukup untuk pembelaan anak sebagaimana merupakan prinsip dasar dalam KUHAP dan Undang-Undang SPPA," kata Aisyah di Komisi Yudisial, Kamis, 25 Mei 2023.
Menurut Koalisi AG-AP, hakim tidak profesional dan tidak memberi kesempatan yang sama antara pihak AG dengan Jaksa Penuntut Umum. Berdasarkan data dari kuasa hukum AG, hakim hanya memberikan waktu kepada kuasa hukum untuk menghadirkan saksi dan ahli selama dua jam 30 menit, yakni pada 18:30 WIB hingga 21:00 WIB.
"Tetapi memberikan Penuntut Umum waktu selama hampir dua hari kerja untuk menghadirkan saksi dan ahli," ujar Aisyah.
Maka dari itu, pihaknya melaporkan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ke Komisi Yudisial. Pengaduan perihal kode etik dan perilaku hakim tersebut selama menangani perkara AG.
Selain itu, Hakim Tunggal Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang tangani kasus AG ikut dilaporkan ke Komisi Yudisial. Alasannya
Aisyah membeberkan ada empat catatan terhadap Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sriwahyuni Batubara. Pertama, hakim tidak memeriksa perkara secara berimbang, terutama soal CCTV saat penganiayaan tidak ditampilkan di persidangan.
Baca juga: Vonis 3,5 Tahun AG di Kasus Mario Dandy, Hakim PN Jaksel dan PT DKI Dilaporkan ke KY
Hakim tunggal kasus AG dinilai tidak melakukan pemeriksaan dengan cermat
Asiyah menuturkan, hakim memilih melihat pelaku sudah bersalah dengan pemilihan fakta oleh hakim tanpa melihat fakta di persidangan.
"Hakim tunggal tidak melakukan pemeriksaan sesuai Perma 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum terkait latar belakang seksual anak," kata Aisyah dalam catatan nomor dua.
Dalam persidangan, diungkapkan adanya riwayat aktivitas seksual AG. Namun itu tidak menjadi suatu pertimbangan pidana untuk tersangka Mario Dandy, justru dinyatakan AG tidak memiliki trauma tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
Koalisi AG-AP, kata Aisyah, menilai hakim tidak mempertimbangkan kerentanan posisi AG. Bahwa sebenarnya persoalan ini menjadi suatu kerentanan bagi AG yang masih berusia remaja.
"Ketiga, hakim tunggal tidak memperhatikan laporan penelitian kemasyarakatan atau Litmas, di mana dalam Undang-Undang SPPA atau Sistem Peradilan Pidana Anak hal ini wajib untuk dipertimbangkan, dan ini untuk krusial dipertimbangkan. Namun hakim tidak mempertimbangkan di putusan tingkat pertama," tuturnya.
Pada kasus ini, AG dinyatakan terlibat dalam penganiayaan berat. Dia bersama Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas ikut saat korban inisial D (laki-laki usia 17 tahun) dianiaya hingga koma.
AG dihukum tiga tahun enam bulan penjara. Namun kasusnya belum berkekuatan hukum tetap dan masih diupayakan ke kasasi di Mahkamah Agung.
Pilihan Editor: KY Pelajari Laporan Terhadap Hakim PN Jaksel dan PT DKI yang Vonis AG 3,5 Tahun di Kasus Mario Dandy
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.