TEMPO.CO, Tangerang - Charlie Chandra, ahli waris lahan 8,7 hektare di Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, menduga lahannya diserobot menjadi kawasan komersil di Pantai Indah Kosambi (PIK 2). Lahan milik ayahnya, Sumita Chandra, itu pernah ditawar oleh pengembang PT Agung Sedayu, namun ditolak.
Melalui kuasa hukumnya, Fajar Gora, Charlie mengatakan ia dan ayahnya, Sumita diduga telah menjadi korban kriminalisasi setelah menolak menjual tanah tersebut ke pengembang raksasa itu. "Dulu ayahnya yang dilaporkan, sekarang anaknya Charlie dilaporkan karena menolak untuk menjual lahannya," ujar Fajar di Tangerang, Kamis 1 Juni 2023.
Sumita dilaporkan atas kasus pemalsuan cap jempol The Pit Nio oleh Sofyan Anwar, anak The Pit Nio ke Polda Metro Jaya pada Juni 2014. Menurut Fajar, penetapan tersangka terhadap Sumita sangat aneh.
Sumita Chandra dilaporkan kasus pemalsuan cap jempol The Pit Nio dalam Akte nomor 18 yang dibuat di hadapan Notaris Sitti Marjami Soepangat pada tanggal 3 Juni 1982. Isi Akte No. 18 tersebut adalah pemberian kuasa dari Chairil Widjaya dan The Pit Nio kepada Sumita Chandra untuk melakukan balik nama SHM No.5/Desa Lemo.
Fajar mengatakan, status tersangka itu membuat Sumita tertekan dan stres hingga pria 76 tahun itu sakit. Sumita sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit di Singapura, selanjutnya dipindahkan ke Autralia dan meninggal di negeri Kanguru itu.
"Karena pak Sumita meninggal, penyidikannya dihentikan," kata Fajar.
Ketika Sumita menjalani perawatan, PT Mandiri Bangun Makmur (MBM) anak perusahaan Agung Sedayu secara sepihak menguasai tanah tersebut. Mereka melakukan pemagaran hingga pengurukan terhadap empang seluas 8,7 hektar itu. Kini, lahan tersebut telah berubah menjadi jalan dan kawasan komersil yang dijual Rp 20 juta/meter di PIK 2.
Lima tahun berikutnya, pada awal 2022, PT MBM kembali menawar tanah tersebut dengan Charlie Chandra." Namun Charlie menolak karena harga yang mereka tawarkan tidak sesuai," kata Fajar.
Setelah penolakan itu, Charlie pun kemudian dilaporkan PT MBM ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan melanggar Pasal 266 dan 372 KUHP. Namun, pada 23 Mei lalu Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) untuk laporan Agung Sedayu terhadap Charlie Chandra.
"SP3 karena kurang alat bukti ini merupakan upaya kriminalisasi kepada klien kami. Kami yakin setelah ini akan ada laporan lainnya yang tujuannya menekan pemilik lahan agar mau menjual tanah mereka," kata Fajar.
Charlie bersama tim kuasa hukumnya berupaya mencari keadilan dan mempertahankan lahan tersebut dengan melakukan berbagai upaya. Salah satunya melaporkan dugaan penyerobatan lahannya ke Menteri Agaria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto pada April lalu.
Fajar mengatakan, lahan milik kliennya tersebut dikuasai sepihak, diserobot dan telah diubah menjadi lahan komersil dan dipasarkan dengan harga Rp 20 juta/ meter. Menurut Fajar, lahan SHM nomor 5/Desa Lemo tersebut kini secara fisik berada dalam kluster Tokyo Riverside yang berada dalam kawasan PIK 2 milik pengembang PT Agung Sedayu Grup.
Kuasa hukum PT MBM, Aulia Fahmi membantah ada upaya kriminalisasi dalam kasus sengketa lahan ini. Menurut dia, laporan pemalsuan dokumen terhadap Sumita dan Charlie berdasarkan fakta yang ada di lapangan. "Sumita dilaporkan oleh anak The Pit Nio, pemilik pertama lahan tersebut," kata Aulia.
Sementara Charlie Chandra dilaporkan PT MBM karena diduga melakukan memalsukan dokumen. Aulia menjelaskan, PT MBM perusahaan pengembang properti yang telah memiliki izin lokasi dari Bupati Tangerang pada tahun 2015.
Izin lokasi tersebut telah diberikan kuasa oleh ahli waris The Pit Nio sebagaimana Akta Surat Kuasa Nomor 11 tanggal 9 Maret 2015. “Tanah atas obyek tanah SHM (Surat Hak Milik) Nomor 5/Lemo yang tercatat milik The Pit Nio seluas 87.100 M2 yang diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Tanah Tangerang,” kata Aulia.
JONIANSYAH HARDJONO
Pilihan Editor: Sengketa Empang Jadi Lahan Komersil di PIK 2, Polda Metro Jaya Hentikan Penyidikan Terhadap Ahli Waris