TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan ketidakadilan bagi negara kerugiannya lebih besar daripada kerugian uang bertriliun-triliun karena salah satu tujuan bernegara adalah memberikan keadilan.
Menurutnya, korupsi dimensinya bukan hanya melindungi keuangan negara agar tidak dikorupsi tapi yang penting juga kewenangan publik agar tidak dikorupsi. "Misalnya, ada kasus, kasus tersebut mustinya seseorang menjadi tersangka tetapi dengan suap menjadi tidak tersangka ini kemudian menimbulkan ketidakadilan," kata Ghufron saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 29 Januari 2024.
Dia berkata dalam dimensi kewenangan publik, masyarakat berhak memiliki keadilan dan keberadaan KPK sebagai lembaga yang menghadirkan keadilan, sehingga seluruh masyarakat memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. "Tidak adil yang mestinya masyarakat sama di hadapan hukum menjadi tidak sama di hadapan pemerintah," ujarnya.
Ghufron berkata kerugian-kerugian kewenangan publik yang dikorupsi sesungguhnya berdampak lebih dahsyat. Sebab, dapat menonjolkan apatis dan demotivasi dari masyarakat. Oleh karena itu, KPK berkomitmen untuk melindungi keuangan negara dan kewenangan publik agar tidak dikorupsi.
Hal itu disampaikannya menanggapi pertayaan media soal pertimbagan KPK hanya menahan satu tersangka dari 11 orang yang ditangkap saat OTT di Sidoarjo.
Pasalnya, KPK menahan satu tersangka dari operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Sidoarjo pada Kamis, 25 Januari 2024 lalu.
OTT dilakukan dalam kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
KPK menahan Siska Wati yang merupakan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum BPPD Pemkab Sidoarjo.
Sementara itu, pada saat OTT, penyidik menangkap 10 orang lainnya, yaitu Agung Sugiarto (Suami Siska Wati) yang merupakan Kepala Bagian (Kabag) Pembangunan Setda Pemkab Sidoarjo; pihak swasta/kakak ipar Bupati Sidoarjo Robith Fuadi; Asisten Pribadi Bupati Sidoarjo, Aswin Reza Sumantri; Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo, Rizqi Nourma Tanya.
Berikutnya, Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo, Sintya Nur Afrianti; Pimpinan Cabang Bank Jatim, Umi Laila; Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo, Heri Sumaeko; Fungsional BPPD Pemkab Sidoarjo, Rahma Fitri; Kepala Bidang BPPD Pemkab Sidoarjo, Tholib; dan anak Siska Wati, Nur Ramadhan.
Kesepuluh orang lainnya sudah dibebaskan dan kembali ke daerah asal. Namun, mereka harus bersedia apabila diminta untuk kembali menjalani pemeriksaan.
Menurut Ghufron yang menjadi pertimbangan KPK membebaskan 10 orang lainnya karena pihak yang ditangkap dan dibawa ke KPK adalah orang-orang yang memiliki informasi atau dapat menerangkan tentang kejadian dari suatu perkara.
"Kami kemudian akan memfilter, menyeleksi apakah yang tahu, yang memiliki informasi dan data tersebut adalah pelakunya kalau tidak pelakunya tentu kami kemudian kembalikan atau kami bebaskan untuk balik ke rumah masing-masing," katanya.
Ghufron kembali menegaskan bahwa penindakan yang dilakukan KPK ada dua jenisnya, yaitu tindak pidana korupsi Pasal 2, Pasal 3 yang berhubungan dengan kerugian negara, seperti kasus Pertamina yang merugikan hingga ratusan miliar. Kemudian, kasus lain sesuai Pasal 5, Pasal 7, Pasal 12, Pasal 13 tentang gratifikasi nilai kerugian kategori kecil, tetapi daya rusak atau dampaknya sama. Sebab, korupsi menyasar pada dua kepentingan negara, yaitu keuangan negara dan kewenangan publik.
Pilihan Editor: Pimpinan KPK Bantah Halangi Penangkapan Bupati Ahmad Muhdlor Ali Saat OTT di Sidoarjo