TEMPO.CO, Jakarta -Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya membongkar pabrik narkoba jenis paracetamol, caffeine, dan carisoprodol (PCC) dan hexymer skala rumahan di Kampung Legok Ratih, Desa Tajur, Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. Dari pengungkapan ini, polisi menyita 2,5 juta tablet PCC, hexymer, dan tablet putih yang masih didalami kandungannya.
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki menuturkan, pengungkapan itu berawal dari informasi tentang pengiriman bahan baku pembuatan narkoba itu. Polisi kemudian menangkap Muhammad Haryono di kawasan Cakung, Jakarta Timur. Di sana, pelaku ditangkap bersama barang bukti PCC yang disimpan di dalam mobil Suzuki berkelir putih.
“Tersangka berperan mengambil dan mengirimkan bahan baku,” kata Hengki di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 21 Mei 2024.
Dari interogasi kepada Haryono, polisi menemukan PCC itu dikirim dari sebuah rumah di Kampung Legok Ratih, Kabupaten Bogor. Penyidik kemudian menggeledah rumah tersebut.
Hasilnya, Hengki menyatakan rumah itu merupakan lokasi pembatan narkotika jenis PCC dan obat-obatan yang beredar tanpa izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sesuai Undang-Undang Kesehatan, obat-obatan itu termasuk narkotika golongan 1.
Dari rumah itu, polisi menyita barang bukti berupa PCC sejumlah 1.215.000 tablet, 1.024.000 hexymer, dan 210.000 tablet warna putih yang masih didalami kandungannya. Barang bukti itu disimpan secara tersebar di dalam kardus, karung, hingga drum.
“Kalau drum dibuka, aromanya bisa membuat orang ikut positif,” kata Hengki. Polisi juga menyita satu unit mesin pengaduk dan dua unit mesin pencetak dari rumah itu.
Hengki menyatakan Haryono hanya berperan sebagai kurir. Menurut dia, Haryono memiliki atasan berinisial S yang kini masih dalam pengejaran.
“Peran S memerintahkan tersangka MH mengantr dan mengirimkan barang bukti,” kata Hengki. Dia juga tak menutup kemungkinan adanya keterlibatan tersangka lain dalam kasus ini.
Polisi menjerat Haryono dengan Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 UU Narkotika dan Pasal 435 juncto Pasal 138 ayat 2 UU Kesehatan. Dia terancam hukuman maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara.