Bersama hakim anggota Heras Sihombing dan Firdaus, dia mengenakan hukuman penjara enam bulan bagi pemilik kios di ITC Mangga Dua itu. Vonis itu lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa, yaitu satu tahun kurungan dan dua tahun masa percobaan.
Namun hakim memutuskan Aseng tidak perlu menjalani hukuman kurungan badan. "Kecuali dalam waktu satu tahun terdakwa melakukan tindak pidana," kata Tarigan.
Aseng, yang juga diminta membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000, langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. Ketika hakim menawarkan opsi antara terima, banding, mempertimbangkan dan mohon grasi presiden, lajang 43 tahun itu langsung menyatakan banding.
Hakim menilai sikap ngotot Aseng yang tidak mengakui perbuatannya salah sebagai hal yang memberatkan vonis. Ada pun faktor yang meringankan adalah dia bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum. Selain itu, "Kasus ini terjadi hanya karena kurangnya informasi terdakwa," kata Tarigan.
Aseng terjerat pidana akibat tindakannya menulis surat pembaca di Kompas Kompas (26 September 2006) berjudul "Duta Pertiwi Bohong" dan di Suara Pembaruan (21 November 2006) berjudul "Jeritan Pemilik Kios ITC Mangga Dua". Dia mengaku tertipu oleh PT Duta Pertiwi selaku pengembang ITC Mangga Dua yang tidak pernah memberitahu status kepemilikan sebagai Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan Lahan, bukan Hak Guna Bangunan Murni.
Hakim menilai ketidaktahuan itu sebagai kesalahan Aseng. "Harusnya sebelum membeli bertanya terlebih dahulu," kata Hakim Heras Sihombing. Menurutnya, sejak awal status kepemilikan kios di ITC Mangga Dua adalah HGB di atas HPL. "Tidak pernah berubah," kata Sihombing.
Hingga sidang usai, Aseng bersikukuh dirinya adalah korban PT Duta Pertiwi dan sistem peradilan. "Apa yang diucapkan hakim semuanya tidak benar," kata penjual suvenir perkawinan itu.
REZA M