TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi dalam Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Surat tersebut dimaksudkan untuk mencegah praktik tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam setiap keberlangsungan proses PPDB 2024.
Ketua Pusat Studi Kebijakan Kriminal Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Nellla Sumika Putri menganggap langkah yang diterapkan KPK sudah bagus untuk menjalankan tugas pencegahan korupsi. Persoalan praktik koruptif dalam PPDB diduga hampir terjadi setiap tahun, sehingga ini menjadi pengingat bahwa ada sanksi pidana bagi pihak yang terlibat.
Persoalan lainnya, menurut Nella, penindakan terhadap perilaku koruptif dalam PPDB ini pun tidak menyeluruh. “Orang merasa tenang saja, enggak pernah ditindak,” ucap Nella saat dihubungi, Rabu, 5 Mei 2024.
Justru keadaan perilaku koruptif menjadi suatu pewajaran karena pelakunya antara pejabat yang bersangkutan dengan orang tua calon murid, yang sama-sama tahu dan membutuhkan. Menurut dia, korupsi seperti itu tercipta bukan hanya karena niat.
“Tapi korupsi terkadang ada karena kebijakan yang membuat orang-orang menjadi koruptor,” kata Nella.
Sistem Zonasi PPDB Jadi Celah Penyelewengan
Dia menyoroti sistem seleksi zonasi PPDB terhadap calon murid berdasarkan jarak tempat tinggal, justru jadi salah satu celah penyelewengan. Manipulasi data atau ‘mengakali sistem’ mulai dari Kartu Keluarga yang pengurusannya dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sebagai kepanjangan tangan satuan kerja dari Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, banyak orang tua calon murid yang berkeinginan memasukkan anak mereka ke sekolah favorit. Kuota yang terbatas akhirnya dapat menimbulkan suatu kesepakatan mendaftarkan calon murid seperti praktik jual beli bangku.
Potensi tindak pidana yang terjadi dalam penyelenggaraan PPDB, kata Nella, dapat berupa suap atau penerimaan gratifikasi kepada ASN sebagai penyelenggara negara, penipuan, pemalsuan surat, atau yang lainnya. “Hukum pidana itu satu perbuatan atau lebih dari satu perbuatan, apakah satu atau rangkaian perbuatan,” tuturnya.
Gratifikasi pun akan dianggap suap apabila tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari, ketentuan itu diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.