TEMPO.CO, Jakarta - Kasus sindikat online scam internasional saat ini tengah menjadi perhatian publik. Bareskrim Polri mengungkap kasus online scam yang beroperasi di Dubai yang menyeret 823 warga Indonesia menjadi korban selama periode Februari 2021-Januari 2024.
Tria Mulyantina, salah satu korban dalam kasus ini berpesan masyarakat tidak tergiur dengan pekerjaan mudah dengan bayaran tinggi. "Saya mengalami kerugian puluhan juta," ujar Tria kepada Tempo saat ditemui di Gedung Bareskrim, Jumat, 19 Juli 2024.
Ketua paguyuban SKS (sambhara kawal siber) yang membawahi kumpulan korban jaringan online scam tersebut mengaku awalnya ia menerima undangan pekerjaan yang mengatasnamakan salah satu e-commerce. Pekerjaan yang ditawarkan ialah dengan memberikan komentar maupun review di sebuah situs hingga menyukai unggahan media sosial.
Semula, bayaran per pekerjaan hanya puluhan ribu lalu menjadi Rp 150 ribu. Peningkatan itu mengikuti jumlah pekerjaannya yang bertambah. Menurut Tria, setelah pelaku scammer mendapat kepercayaan korbannya, mereka mulai meminta korban untuk menanam uang. "Naruh duit dan semula duitnya memang kembali beserta komisi yang lebih besar, kayak main trading," ujar dia.
Tria menjelaskan uang yang dikirim ke penipu tersebut digambarkan membeli beberapa produk yang terafiliasi dengan mereka. Gunanya agar seolah produk terjual tinggi. Namun, uang tersebut dijanjikan untuk kembali beserta komisinya. Semakin besar uang yang diinvestasikan untuk membeli semakin besar pula komisinya. "Di sinilah dia memainkan emosi korban," ujar dia.
Itu adalah bentuk penipuan online scam yang dialaminya. Namun, menurut Tria, ada berbagai modus yang diterapkan ke korban dalam kasus online scam. Melalui dating app, lowongan pekerjaan, hingga undangan pekerjaan seperti yang pernah dialaminya.
Dalam kasus tersebut, polisi telah menetapkan empat tersangka dan satu terpidana. Mereka adalah ZS, H, M, L dan NSS (terpidana). Dari kelima orang tersebut, ZS (warga negara asal Cina) bertindak sebagai koordinator operator online scam di Indonesia.
Sementara L dan H , warga Indonesia yang berperan sebagai operator online scam di Dubai. Lalu M berperan merekrut warga negara Indonesia yang akan dijadikan scammer di Dubai.
Selain merugikan korban, jaringan ini juga merugikan negara. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim mengungkapkan kerugian negara atas kasus ini mencapai Rp 91 miliar. Jaringan ini juga beroperasi di negara India, Thailand, dan Cina.
Pilihan Editor: 5 WNI yang Terjebak Sindikat Online Scam di Myanmar Tak Kunjung Bisa Pulang