TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Polri segera melakukan ekshumasi jenazah Afif Maulana. Mereka memberi batas waktu hingga 7 Agustus 2024. “Kami tekankan ekshumasi paling lambat 7 Agustus,” kata Komisioner KPAI Diyah Puspita saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa, 30 Juli 2024.
Diyah menyatakan batas waktu itu mereka berikan setelah berkonsultasi dengan dokter forensik. Menurut dokter forensik, kata Diyah, ekshumasi atau pembongkaran jenazah harus dilakukan maksimal sebelum dua bulan pasca jenazah dikebumikan. “Sebelum 2 bulan itu permintaan dari teman-teman KPAI,” ujarnya.
Diyah menyatakan pihaknya telah melayangkan surat secara resmi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo soal permohonan ekshumasi jenazah Afif pada 16 Juli 2024. Akan tetapi surat itu hingga saat ini belum juga direspon. “Ada dorongan lewat surat tadi itu harus di Agustus,” ujarnya.
Komisioner KPAI lainnya, Dian Sasmita, pun menyayangkan lambatnya Polri dalam menjawab permintaan ekshumasi ini. Sebab, tutur Dian, penanganan kasus ini harusnya mengedepankan pembuktian ilmiah atau Scientific Crime Investigation. Selain itu, proses hukum terhadap korban anak mestinya dilakukan dengan cepat, transparan, dan profesional.
Maka dari itu, KPAI mendorong adanya ekshumasi sebagai salah satu bentuk memperkuat pembuktian penyebab kematian Afif Maulana. Terlebih, banyaknya pernyataan di dari pihak kepolisian, yakni Polda Sumatera Barat yang inkosisten soal penyebab kematian Afif. Mulai sari terjatuh, melompat, hingga terpeleset.
“Kalau Kapolri tidak melakukan sampai hari ini pun, kami sebenarnya bertanya ada apa? Kapolri harusnya memberikan jawaban kenapa berlarut-larut?” kata Dian.
Dia juga meminta Polri untuk menjelaskan alasan penundaan atau penolakan ekshumasi tersebut supaya masyarakat dan keluarga mendapatkan informasi serta kejelasan. “Ada apa dengan penanganan kasus ini yang lambat? Itu perlu disampaikan secara terang supaya semua paham,” tutur Dian Sasmita.
Jenazah Afif Maulana ditemukan seorang warga di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, pada Ahad siang, 9 Juni 2024. Kepada pihak keluarga, polisi menyatakan Afif tewas karena melompat setelah menghindar dari kejaran anggota polisi yang berupaya mencegah terjadinya tawuran pada Ahad dini hari.
Keluarga tak percaya dengan cerita itu setelah melihat kondisi jenazah Afif. Mereka lantas melaporkan masalah ini ke LBH Padang. Hasil investigasi LBH Padang menyatakan Afif tewas karena penyiksaan, bukan melompat. Pasalnya, di tubuh Afif terlihat bekas jejakan sepatu orang dewasa. LBH Padang juga menyatakan tak terdapat bekas luka seperti orang terjatuh di tubuh Afif Maulana.
LBH Padang juga menyatakan mendapatkan kesaksian jika Afif Maulana sempat tertangkap oleh sejumlah anggota polisi. Selain itu, terdapat pula 18 korban lainnya yang mengaku ditangkap polisi dan mendapatkan penyiksaan.
Meskipun demikian, Polda Sumbar tetap membantah jika Afif Maulana tewas karena dianiaya. Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyono, berkeras Afif tewas karena melompat dari atas jembatan. Suharyono pun membantah adanya penyiksaan terhadap 18 orang yang ditangkap anggotanya. Dia menyatakan hal itu hanya kesalahan prosedur.