TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestasi Universitas Diponegoro disingkat Undip akan diperbolehkan berpraktik kembali di Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Kariadi apabila investigasi kasus perundungan telah selesai. Hal ini disampaikan Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril.
PPDS Anestasi dihentikan sementara setelah kematian mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Aulia Risma Lestari. “Kita sangat bersryukur dan berterima kasih dengan permintaan maaf dari FK Undip. Memang sudah ada pengakuan, tapi secara umum, kan belum selesai,” kata Syahril saat dihubungi Tempo pada Kamis, 19 September 2024.
Syahril juga mengatakan, semakin cepat investigasi diselesaikan, maka semakin baik agar kegiatan pendidikan bisa kembali seperti semula. Namun, perundungan harus diatasi terlebih dahulu. “Harus ada satu jaminan bahwa perundungan tidak akan terjadi lagi,” kata Syahril.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran Undip, Yan Wisnu Prajoko, mengakui dan meminta maaf atas perundungan di masa lalu yang telah terjadi di fakultasnya. Namun untuk dugaan perundungan yang berkaitan dengan kematian salah satu peserta didik PPDS Anestasi, penyelidikan di kepolisian masih berlanjut.
Selain itu, hasil temuan investigasi Kementerian Kesehatan mengungkap adanya pemerasan Rp 20 juta hingga Rp 40 juta per bulan yang harus diserahkan Aulia sebagai bendahara mahasiswa PPDS untuk membiayai kegiatan mahasiswa senior.
Undip Bentuk Tim Task Force dan Advisory Board
Universitas Diponegoro membentuk tim Task Force dan Advisory Board untuk mengatasi perundungan yang terjadi di Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS. Hal ini dibenarkan Ketua Tim Hukum Universitas Diponegoro, Khairul Anwar. “Tim itu sudah dibentuk dan diharapkan bisa bekerja secara maksimal untuk percepatan pembenahan,” kata Khairul saat dihubungi Tempo pada Senin, 15 September 2024.
Selain itu, Khairul mengatakan bahwa Dekan Fakultas Kedokteran Undip Yan Wisnu Prajoko telah membentuk Advisory Board yang berasal dari eksternal Undip untuk menambah pengawasan anti-bullying.
Polda Jateng Periksa 34 Saksi
Penyidik dari Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) telah meminta keterangan dari 34 saksi terkait penyelidikan dugaan perundungan di PPDS Undip. Saksi-saksi tersebut merupakan rekan seangkatan almarhum dokter Aulia Risma, yang menempuh pendidikan di PPDS Anastesi Undip, serta ketua dan bendahara angkatan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Artanto, menyampaikan bahwa penyelidikan terus berjalan dan berfokus pada analisis serta sinkronisasi keterangan saksi-saksi yang diperiksa. “Yang diperiksa sudah 34 orang saksi, terdiri dari rekan satu angkatan almarhumah, senior dan junior PPDS yaitu para chief (ketua) angkatan dan bendahara,” kata Kombes Artanto kepada Tempo saat dihubungi Rabu, 18 September 2024.
Sanksi
“Data di Fakultas Kedokteran sudah ada beberapa sanksi yang diberikan kepada mahasiswa PPDS yang melakukan pelanggaran,” ujar Kuasa Hukum Universitas Diponegoro Khairul Anwar. Sanksi yang diberikan mencakup sanksi ringan berupa diterbitkannya Surat Peringatan 1, sanksi sedang berupa penundaan studi, hingga sanksi berat berupa pemecatan atau Drop Out (DO).
Khairul menjelaskan ada empat macam perundungan yang terjadi, yaitu perundungan fisik, perundungan verbal, perundungan siber, dan perundungan non-verbal maupun non-fisik. Untuk yang terakhir, Khairul mencontohkan salah satu wujudnya adalah dengan mendiamkan mahasiswa PPDS.
Kemenkes Turut Godok Permendikbud
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Kemendikbudristek sedang menyiapkan Permendikbud anti-bullying yang baru menyusul kasus dugaan perundungan di lingkungan PPDS Universitas Diponegoro
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbudristek Abdul Haris mengklaim pihaknya menyiapkan Permendikbud anti-bullying baru agar kejadian perundungan serupa tidak terulang. "Dan kami memiliki dasar hukum yang kuat dan sistematis dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di lingkungan perguruan tinggi," kata Haris.
Selain itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes juga akan dilibatkan dalam penggodokan Permendikbud tersebut. Namun, sejauh ini, pembahasan belum sampai tahap Kemenkes memberikan usulan. "Masih tahap awal sekali informasinya. Kita belum tahu seperti apa nanti bentuk peraturan perundangan atau pembahasannya ke depan," kata Nadia saat dihubungi, Senin 16 September 2024.
Pengaturan Jam kerja
Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes akan mengusulkan hal-hal untuk mengantisipasi terjadinya Perundungan di lingkungan PPDS. Hal-hal itu sudah tertuang dalam instruksi menteri kesehatan. "Nanti aturan-aturan itu yang disinergikan dalam aturan Permendikbud," kata Nadia.
Termasuk ihwal menentukan jam kerja mahasiswa PPDS sehingga tidak melebihi kapasitas. "Dari situ hal-hal terkait misal pelayanan di Rumah Sakit berlebihan sehingga jam kerja melebihi kapasitas. Ini salah satu yang diatur. Ini juga salah satu upaya pencegahan perundungan," kata Nadia.
Nadia mengatakan, rencana itu didasarkan banyaknya mahasiswa PPDS yang bekerja melebihi kapasitas jam kerja. Dalam seminggu, mahasiswa PPDS bisa berkerja lebih dari 40 jam. Masalah jam kerja itu berbahaya bagi kesehatan mahasiswa. "Jam kerja lebih tapi waktu istirahat sedikit," katanya.
Pertegas Sistem Pembayaran
Nadia menambahkan, perjanjian kerja itu juga akan dibuat lebih jelas dan tegas, seperti sistem pembayaran ketika ada mahasiswa PPDS yang bekerja di rumah sakit vertikal.
"Misalnya apa yang harus dibayarkan ke Rumah Sakit vertikal pada saat menitipkan mahasiswa melakukan pendidikan di rumah sakit itu. Karena selama ini tidak jelas berapa yang harus dibayarkan," kata Nadia.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | HENDRIK YAPUTRA | JAMAL ABDUN NASHR | ANASTASYA LAVENIA Y | INTAN SETIAWANTY
Pilihan editor: Undip Bentuk Task Force dan Advisory Board untuk Benahi PPDS