TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan insiden pembubaran dan penyerangan terhadap peserta diskusi diaspora yang diselenggarakan Forum Tanah Air (FTA) pada Sabtu kemarin. Diskusi itu berlangsung di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan.
“Kami menyesalkan pembubaran dan penyerangan ini. Ini jelas pelanggaran terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 29 September 2024.
Komnas HAM juga mendesak kepolisian untuk segera bertindak tegas dengan melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku. Atnike menyatakan pihaknya juga meminta agar kasus serupa yang terjadi di masa lalu, terutama yang melibatkan aktor-aktor non-negara, diusut dengan serius. Penegakan hukum ini dinilai penting guna mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
“Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin perlindungan hak setiap orang untuk berpendapat dan berekspresi serta berkumpul secara damai,” ujar Atnike. Komnas HAM berharap agar kejadian ini menjadi momen bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih serius dalam melindungi hak-hak fundamental warga negara.
Acara silaturahmi yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan berujung ricuh. Dalam video yang beredar, terlihat sekelompok orang bertindak anarkis memporakparandakan panggung, menyobek backdrop, mematahkan tiang microphone, dan mengancam para peserta yang baru hadir.
Acara ini pada awalnya dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di luar negeri dan sejumlah tokoh/aktivis nasional terkait isu kebangsaan dan kenegaraan. Beberapa tokoh yang diundang sebagai narasumber di antaranya adalah pakar hukum tata negara Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, Soenarko, serta Ketua dan Sekjen FTA, Tata Kesantra dan Ida N. Kusdianti.
Ketika dihubungi, Din Syamsudin, mengatakan sejak pagi sekelompok massa yang sudah berorasi dari atas sebuah mobil komando di depan hotel. “Tidak terlalu jelas pesan yang mereka sampaikan, kecuali mengkritik para narasumber yang diundang dan membela rezim Presiden Jokowi,” kata dia saat dihubungi.
Ketika acara baru akan dimulai, kata Din, massa memasuki ruangan diskusi dan mengobrak-abrik ruangan. Menurut dia, polisi terlihat diam dan membiarkan massa tetap rusuh.
Din Syamsuddin menilai pembubaran diskusi diaspora itu sebagai refleksi dari kejahatan demokrasi yang dilakukan rezim penguasa terakhir ini. Dia pun berharap Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ke depan tidak meneruskan hal semacam ini. “Bahkan harus mengoreksi praktik-praktik buruk yang merusak demokrasi dan tatanan kehidupan berbangsa bernegara selama Era Presiden Joko Widodo,” kata dia.
Ketua FTA Tata Kesantra yang sengaja datang dari New York turut menyayangkan kejadian ini. Dia menyebut kejadian itu sangat memalukan karena acara diskusi itu juga disaksikan oleh para diaspora Indonesia di 22 negara melalui streaming di media sosial YouTube.
Saat ini, Polda Metro Jaya telah menangkap 5 pelaku pembubaran diskusi diaspora itu. Dua diantaranya dijerat dengan Pasal 170 KUHP soal pengeroyokan sementara tiga lainnya masih didalami perannya.
Defara Dhanya Paramitha berkontribusi dalam penulisan laporan ini.