Menurut salah satu dokter bernama James, kemungkinan besar timbulnya wabah tersebut dikarenakan kondisi air yang sudah tidak layak dikonsumsi. Hingga saat ini, desa tersebut belum bisa menikmati fasilitas air bersih dari PDAM Tirta Kahuripan.
“Karena belum ada air leding, jadi warga di desa ini masih memanfaatkan air sungai dan sumur untuk kebutuhan MCK. Sedangkan kondisi air sudah tercemar,” kata James seusai memeriksa salah satu korban muntaber yang baru dirawat pagi hari tadi.
Banyaknya korban yang terkena wabah tersebut, membuat petugas medis kewalahan. Selain ditampung di Puskesmas yang ada di desa setempat, korban juga terpaksa dirawat di tenda-tenda milik TNI yang dipasang di depan halaman kantor Telkom tidak jauh dari puskesmas berada. Ada pula korban yang dirawat di sebuah puskesmas yang ada di Desa Pangepakan.
Untuk menangani korban, petugas medis dari 6 Unit Pembantu Teknis Kesehatan yang ada di Kecamatan Cigudeg berbagi shift. Satu shiftnya terdiri dari tujuh orang perawat dan satu orang dokter, ditambah seorang dokter yang standby.
James menjelaskan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor sudah melakukan pendataan tentang di mana warga bisa mengambil air untuk kebutuhan MCK serta membawa sampel air yang dicurigai sudah tercemar.
“Belum ada penelitian khusus tapi petugas sudah mendata tempat-tempat yang biasa dipakai untuk MCK oleh warga,” terang James.
Jatuhnya korban muntaber di Desa Rengas jajar menambah penyebaran penyakit tersebut semakin meluas bukan hanya di Kecamatan Cisarua, Megamendung, dan Caringin. Saat ini wabah muntaber mulai menjangkit warga Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor.
Bahkan satu warga bernama Tami, 14 tahun, warga Desa Rengasjajar, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, pada hari Rabu pagi tewas akibat wabah ini.
Untuk hari ini, selain warga yang sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah pulih, tercatat empat orang warga lainnya mengisi bangsal-bangsal yang ada di halaman kantor Telkom, untuk mendapatkan penanganan medis.
Korban ditangani secara darurat. Hal itu dilakukan karena lokasi Desa Rengasjajar yang cukup terpencil. Untuk mencapai pusat kecamatan saja jaraknya diperkirakan tidak kurang dari 16 kilometer dengan kondisi jalan yang memprihatinkan.
“Angkutan umum di sini hanya menggunakan odong-odong (kendaraan sejenis Carry). Dari kampung Kadaka di Jalan Raya Cigudeg ada bis, cuma jarang,” ujar Hesti, salah seorang warga kampung Cibungur, yang adiknya juga tengah terkena muntaber.
Karena fasilitas yang terbatas, jika hendak ke kamar mandi, korban terpaksa harus menunggu bergiliran pasen lainnya. Sebab hanya ada satu kamar mandi yang bisa dipergunakan.
Menurut James, semua kondisi pasen yang terkena muntaber berangsur-angsur membaik, pasokan obat dan air bersih terus mengalir ke Desa tersebut.
“Suplai obat tidak ada masalah, baru saja datang bantuan obat dari Dinas kesehatan,” kata James.
DIKI SUDRAJAT