“Tidak pernah berubah setiap tahunnya,” ujar Junaidi (25/12). Sejak beberapa waktu lalu, kata Junaidi, KPPU telah menggali informasi dan mempelajari sejumlah dokumen dari pihak yang terkait. Beberapa diantaranya adalah beleid Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 1968 dan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 1991.
“Kedua peraturan itu menyatakan bahwa PRJ merupakan milik DKI Jakarta,” ujarnya. Berdasarkan Perda Nomor 8 tahun 1968, penyelenggaraan PRJ pada mulanya diselenggarakan oleh Yayasan PRJ. Ketentuan itu lalu diubah melalui Perda Nomor 12 tahun 1991 yang mengalihkan hak penyelenggaraan kepada Badan Penyelenggara.
“Tapi ketentuan itu tidak menghilangkan eksistensi Yayasan PRJ,” kata Junaidi. Pada bab penjelasan Perda Nomor 12 tahun 1991, penyelenggaraan PRJ adalah PT Jakarta Internasional Trade Fair Coorporation, yang sahamnya secara tidak langsung dimiliki Yayasan PRJ melalui PT Jaya Nusa Perdana. “Dengan demikian maka kontrol Yayasan PRJ tidak lagi memiliki kontrol,” ujarnya.
Dugaan monopoli juga diperkuat oleh fakta bahwa event pameran itu tidak dapat disubstitusikan dengan pameran lain karena panjangnya waktu penyelenggaraan, banyaknya event, luasnya segmentasi konsumen maupun produk yang dipamerkan. “PRJ merupakan kondisi monopoli karena hanya diselenggarakan oleh pelaku usaha tertentu,” ujarnya.
Karena itu, KPPU mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta untuk mengamandemen Perda Nomor 12 tahun 1991, agar tidak membatasi wilayah tertentu. “Atau jika menyangkut wilayah tertentu, harus dinyatakan secara tegas bahwa wilayah itu dikuasai oleh pemerintah daerah sebagai pengelola hak publik,” ujarnya.
Kalaupun ditentukan di suatu wilayah, kata Junaidi, KPPU merekomendasikan agar setiap penyelenggaraan pameran digelar berdasarkan prinsip competition for the market dalam rentang waktu kontrak yang dapat dievaluasi secara objektif. “Harus ditender. Jangan sampai pemerintah yang dirugikan,” katanya.
RIKY FERDIANTO