TEMPO Interaktif, Tangerang - Kepolisian Resor Metro Tangerang Kabupaten di praperadilkan karena menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan kasus dugaan penggelapan penipuan dan pelanggaran Undang-undang Konsumen yang dilakukan oleh pengembang Bumi Serpong Damai. Sidang praperadilan untuk pertamakali digelar hari ini, Senin (25/1), di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten.
Kasus dugaan penggelapan penipuan dan pelanggaran Undang-undang Konsumen yang dilakukan oleh pengembang Bumi Serpong Damai dilaporkan oleh Catvari Arya Setyani, warga Delatinos Cluster Derio Blok B1 Nomor 16 BSD pada November 2007. BSD diduga melakukan penipuan dan penggelapan setelah rumah yang dibeli warga seharga Rp 650 juta baru ditempati beberapa bulan tapi material kayu rumah sudah banyak kropos dimakan kumbang kayu.
Selama dua tahun kasus itu disidik polisi, tapi pada 26 Oktober 2009 Polres Metro Tangerang Kabupaten mengeluarkan SP3 untuk kasus itu. "Kami menangkap banyak kejanggalan sejak pertamakali melaporkan dan dua tahun proses penyidikan," ujar kuasa hukum pemohon, Gamal Muaddi, di Pengadilan Negeri Tangerang, siang ini.
Tujuan praperadilan ini, kata Gamal, pemohon meminta agar surat SP3 dicabut dan kasus tersebut dilanjutkan. Dalam praperadilan tersebut, pemohon mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kapolres Tangerang Kabupaten sebagai termohon I, Kasatreskrim Polres Tangerang Kabupaten sebagai termohon 2, Kapolda Metro Jaya termohon 3, Direktur Reskrim Umum Polda Metro Jaya termohon 4, Kapolri termohon 5, Kepala Bareskrim Mabes Polri termohon 6.
Joni Priana, kuasa hukum pemohon yang melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh BSD menambahkan, indikasi penipuan dan pelanggaran Undang-undang Konsumen yang dilakukan pengembang perumahan itu sudah jelas terlihat. "Faktanya kayu yang digunakan untuk rumah tidak sesuai dengan spek dan brosur yang ditawarkan,"katanya.
Menurut dia, dalam brosur penawaran pengembang mencantumkan kayu yang digunakan adalah borneo super. Tapi setelah dibeli rumah dan bangunan seluas 250 meter seharga Rp 650 juta itu, kayu yang digunakan adalah karet, jeunjing dan sengon. "Pada April 2008, klien kami menemukan material kayu di dalam kropos dan hampir terjadi semua pascaperjanjian pengikat jual-beli diserahkan,"kata Joni.
Ternyata hampir 40 rumah yang ada di-cluster itu mengalami hal serupa. "Warga sempat protes ke pengembang karena specs tidak sesuai dengan yang ditawarkan," katanya. Para warga meminta kepada pengembang agar diganti secara total, tapi pengembang menolak dan hanya memberikan pergantian kayu yang rusak saja ditambah perawatan tiga bulan sekali selama tiga tahun.
Sebagian warga menolak, termasuk Catvari. Dugaan BSD melakukan penipuan semakin kuat setelah hasil pengecekan Departemen Kehutanan bahwa kayu yang digunakan bukan Borneo super, tapi ternyata karet, jeunjing dan sengon laut. "Warga minta diganti dan sesuai dengan brosur," tegas Joni.
Sebagian warga memilih menyelesaikan masalah di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Tangerang. Pada 12 Desember 2007, pihak Catvari resmi melaporkan kasus ini ke Polres Metro Tangerang Kabupaten. Dalam kasus ini, polisi sempat menetapkan General Manager Quality Control BSD, Viktor Immanual Ganadhi sebagai tersangka dan tidak ditahan.
Joniansyah