TEMPO Interaktif, Tangerang - Kontroversi pungutan retribusi yang dilakukan Pemerintah Tangerang Selatan yang sudah berjalan enam bulan diminta diuji secara hukum agar legalisasinya bisa dipertanggungjawabkan.
"Harus diuji secara menyeluruh," ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang, Amran Arifin, kepada Tempo, Selasa (26/1).
Amran menilai, menguji secara benar silang sengketa penarikan retribusi Tangerang Selatan dapat dilakukan oleh pihak independen seperti para ahli hukum dan pemerintahan. "Agar gambarannya jelas, dan tidak membingungkan,"katanya.
Menurut dia, sejauh ini dua pemerintahan masing-masing saling menafsirkan versi mereka sendiri bahwa pungutan retribusi perizinan di Tangerang Selatan sah dan tidak sah. "Masing-masing menafsirkan secara berbeda," kata Amran.
Desakan yang sama juga disampaikan Direktur Pengembangan Usaha Centre of Region Development Studies (Cerdes)/Pusat Kajian Pengembangan Daerah, Rahmat Dharma Frizal. Dia mengatakan, seharusnya Penjabat Wali Kota Tangerang Selatan tidak membuat peraturan wali kota (Perwal) yang menuai kontroversi. "Karena aturan tersebut justru dinilai mengganggu jalannya pemerintahan transisi," kata dia.
Ditinjau dari kepatutan hukum sah atau tidaknya perwal, menurut Rahmat, memang perlu dibuktikan melalui mekanisme hukum itu sendiri. Ia mencontohkan melalui pengajuan uji materil di Mahkamah Agung (MA) atau melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam kaitannya dengan Undang-undang (UU) Nomor 51/2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan. “Seharusnya, sebelum diterbitkan perwal, dibutuhkan kajian yang cukup dalam dulu,” tegasnya.
Rahmat menambahkan, dari aspek etika pemerintahan, kehadiran perwal justru telah melukai upaya pendewasaan. Termasuk, menampik otoritas Pemerintah Kabupaten Tangerang selaku daerah induk.
Dengan kerentanan multitafsir yang tinggi saat ini tentang isi perwal tadi, lanjut Rahmat, penjabat wali kota sebaiknya menghentikan penarikan restribusi dan membatalkan sejumlah perwal tersebut sebelum permasalahan semakin meruncing. “Bila wali kota tetap ngotot memberlakukan perwal, sikap tersebut telah mencerminkan arogansi dan euforia yang berlebihan dari Pemkot Tangsel,” katanya.
Masalah pungutan retribusi inilah yang memperuncing hubungan antara dua pemerintahan itu yang ditandai dengan buruknya komunikasi dan koordinasi kedua pemerintahan.
Hal ini juga dibarengi dengan langkah hukum warga Kabupaten Tangerang yang mengajukan uji materi terhadap peraturan wali kota Tangerang Selatan tentang Pungutan Retribusi itu.
Secara terpisah, Kepala Bagian Hukum Tangerang Selatan Hilman enggan mengomentari masalah itu. "Nanti jadi ramai," kilahnya kepada Tempo. Soal uji materi yang dilakukan warga Kabupaten Tangerang ke Mahkamah Agung, menurut Hilman, hal itu sudah mereka jawab sesuai dengan yang ditanyakan dalam uji materi itu. "Jawabannya sudah kami kirimkan ke MA,"ucapnya.
Badan Pemeriksaan Keuangan Perwakilan Provinsi Banten juga belum mau memberikan jawaban apakah pungutan retribusi yang dilakukan Tangerang Selatan itu sah atau tidak sah. "Kami belum masuk untuk pemeriksaan," ujar Juru Bicara Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Banten, Retno Damayanti saat ditemui di kantornya.
Menurut Retno, pihaknya belum mendapatkan salinan uji materi yang dilakukan warga Kabupaten Tangerang dan salinan surat edaran Menteri Dalam Negeri yang menjadi dasar Tangerang Selatan melakukan pungutan.
Joniansyah