TEMPO Interaktif, Jakarta — Sebagian warga Jakarta mengaku cemas dengan rencana aksi massa pada 28 Januari 2010. “Saya khawatir berakhir ricuh,” ujar Nur Ahadi, 45 tahun, warga RT 05/08 Kelurahan Matraman, Jakarta Timur, Selasa (26/1).
Ribuan warga Jakarta dikabarkan akan mengepung sejumlah lembaga tinggi negara seperti gedung Dewan Perwakilan Rakyat dan Istana Negara. Aksi itu mereka gelar guna merespons penyelesaian kasus Bank Century dan evaluasi atas 100 hari kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Baca Juga:
Menurut Ahadi, aksi massa dalam jumlah besar selalu berdampak pada potensi kerusuhan. Sebab, massa aksi dalam jumlah besar sangat sulit dikendalikan oleh para demonstran. “Kalau jumlahnya sampai 10 ribu, pasti rusuh,” ujarnya.
Sikap skeptis Ahadi berawal ketika ia tengah melintas di depan gedung Dewan pada massa kepemimpinan Presiden Megawati. Kala itu, ribuan massa aksi membakar sebuah mobil dengan menggunakan bom molotov. “Saya hampir kena,” ujarnya.
Meski mengaku khawatir, Ahadi menyatakan akan tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Ia yakin potensi kerusuhan tersebut telah diantisipasi oleh pihak kepolisian. “Sebagai kepala keluarga, saya tentu harus terus mencari nafkah,” ujar ayah satu anak ini.
Kekhawatiran Ahadi merupakan potret sikap sebagian warga Jakarta. Sebagian warga yang ditemui Tempo mengaku tidak terlalu merisaukankan rencana aksi tersebut. “Jakarta sudah sering digoyang demonstran,” ujar Wildan Pakuana, pegawai Polres Jakarta Pusat.
Menurut Wildan, aksi massa merupakan hak setiap warga dalam merespons kondisi yang timpang. Meski demikian, ia berharap, aksi massa itu tidak sampai menimbulkan kericuhan sebagaimana dikhawatirkan sejumlah pihak. “Yang penting berjalan damai,” katanya.
RIKY FERDIANTO