TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemutusan Hubungan Kerja massal di harian Berita Kota menuai reaksi keras dari sebagai karyawan. Mereka mengaku akan melakukan perlawanan lantaran menemukan sejumlah indikasi pelanggaran.
“Kami akan perjuangkan apa yang menjadi hak kami,” ujar Edison Siahaan, salah seorang karyawan Berita Kota (29/1).
Menurut Edison, upaya perlawanan saat ini sedang dimusyawarahkan dengan seluruh karyawan. Mereka juga telah melakukan konsultasi dengan sejumlah organisasi profesi seperti Aliansi Jurnalis Independen dan Persatuan Wartawan Indonesia. “Kesimpulannya kami menemukan sejumlah kejanggalan,” ujarnya.
Ketua AJI Jakarta, Wahyu Dhyatmika menerangkan, indikasi pelanggaran tampak lantaran proses pemutusan hubungan kerja tidak disertai alasan yang memadai dan dilakukan secara sepihak. “Tidak ada proses musyarawah dengan pihak pekerja. Dan keputusan itu juga belum disahkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial,” ujarnya.
Dalam kasus tersebut, kata Wahyu, pihak karyawan mestinya menerima dua kali pesangon dan sejumlah hak lain seperti uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak seebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Tanggung jawab itu mestinya ada pada pemilik baru, bukan pemilik yang lama” katanya.
Sebanyak 144 karyawan harian Berita Kota di-PHK dengan kompensasi satu kali pesangon. Putusan itu dibuat oleh Rudy Susanto, bos PT Penamas Pewarta (penerbit harian Berita Kota), tidak lama setelah ia menjual seluruh sahamnya kepada PT Metrogema Media Nusantara, salah satu anak perusahaan Kompas Gramedia Group.
Atas kasus tersebut, kata Wahyu, AJI Jakarta menyatakan memberi dukungan atas perjuangan karyawan Berita Kota dan meminta petugas Suku Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Pusat untuk melakukan fungsi pengawasan. “Setiap pekerja media kami himbau segera mengorganisir diri membangun serikat pekerja,” ujarnya.
Menurut Wahyu, musibah dengan modus akuisisi mengindikasikan adanya praktek kartel di ranah industri media. Para pemilik perusahaan raksasa makin garang mencaplok perusahaan kecil, tanpa peduli apakah putusan itu akan menelantarkan hak-hak karyawan.
Kasus serupa juga terjadi di harian Suara Pembaharuan, Harian Investor Daily, dan Jakarta Globe. Perusahaan yang berada dibawah bendera Lippo Group itu saat ini telah memecat puluhan karyawan atas alasan efisiensi. “Kasus ini merupakan cermin brutal praktek bisnis media massa,” ujar Wahyu.
RIKY FERDIANTO