TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengacara Wiliardi Wizar, terdakwa kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnain, menuding jaksa penuntut umum tebang pilih dalam menuntut.
"Fakta itu akurat dan sama sekali tidak terbantahkan," kata penasihat hukum Wiliardi, Sastrawan Paparang, dalam sidang Wiliardi Wizar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (04/02).
Tuntutan hukuman mati kepada Wiliardi, menurut Sastrawan, membuktikan tindakan tebang pilih tersebut, sebab selama persidangan tidak ada bukti dan saksi yang membuktikan tuduhan jaksa bahwa Wiliardi otak pembunuhan berencana terhadap Nasruddin kuat dan benar. Namun, katanya, jaksa tetap ngotot menuntut dengan hukuman mati.
Hal ini, katanya, berbeda sekali dengan tuntutan jaksa pada Tommy Soeharto atas kasus pembunuhan terhadap hakim agung Safiuddin Kartasasmita lebih dari 10 tahun lalu. Saat itu Tommy hanya dituntut 15 tahun penjara, padahal Tommy terbukti memiliki senjata api dan alat peledak.
Begitu juga Muchdi Purwopranjono dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir, tambahnya. Mantan petinggi Badan Intelijen Negara itu hanya dituntut 15 tahun penjara.
"Sebenarnya di mana nurani kejujuranmu wahai saudara jaksa penuntut umum," ujar Sastrawan.
Dalam duplik yang dibacakan penasihat hukumnya, Wiliardi juga menilai jaksa mengedepankan balas dendam. "Tuntutan hukuman mati itu menunjukan jaksa hanya berusaha memenuhi keinginan balas dendam dan/atau retalionis," kata Sastrawan. Jaksa, menurutnya, mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
Jaksa penuntut umum Bambang Suharyadi membantah tudingan itu. Menurutnya, tuntutan hukuman mati telah sesuai dengan kesalahan terdakwa. "Kami sebagai jaksa konsisten. Di Tangerang Edo dan yang
lain dituntut seumur hidup, maka yang ini harus lebih dari itu. Kami harus konsisten," ujarnya kepada wartawan di sela-sela sidang.
"Namun vonisnya bagaiman itu terserah kepada hakim. Itu wewenang beliau," ujarnya.
TITIS SETIANINGTYAS