TEMPO Interaktif, Depok - Pakar digital forensik Ruby Alamsyah mengatakan, Indonesia perlu segera membuat panduan dasar tentang digital forensik. Keberadaannya menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus kriminal yang memerlukan pembuktian secara digital, seperti kasus Prita Mulyasari maupun kasus Luna Maya.
Dalam kasus Prita Mulyasari yang mengeluhkan pelayanan RS OMNI, misalnya, maka barang bukti dalam bentuk digital perlu dihadirkan dalam persidangan. Barang bukti yang dihadirkan pun haruslah e-mail yang pertama kali ditulis oleh Prita dan bukannya e-mail yang telah beberapa kali dikirim ke orang-orang. Untuk mendapatkan e-mail yang pertama, inilah maka perlu dilakukan digital forensik.
“Bukti digital itu rentan perubahan, seperti edit, mengurangi, atau tambah. Jadi untuk jaga integritasnya perlu dilakukan digital forensik,” ujar Ruby kepada Tempo seusai diskusi Continuous Security in Preventing Modern Crime di Universitas Gunadarma, Depok, kemarin (4/1).
Menurut, Ruby, proses digital forensik tidak hanya terbatas untuk pembuktian kasus-kasus digital crime saja, tetapi juga dapat dilakukan untuk kasus-kasus nondigital crime, seperti tindakan pencucial uang. “Pokoknya untuk kasus-kasus yang buktinya ada di komputer, maka perlu ada digital forensik,” ujar pria yang pernah menjadi sorotan karena aksinya memeragakan cara pembobolan ATM yang ditayangkan di stasiun televisi.
Ruby menambahkan, panduan dasar tentang digital forensik akan sangat berguna untuk mengawal keberadaan Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan juga RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi yang saat ini masih digarap oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
TIA HAPSARI