TEMPO Interaktif, Jakarta -Pemerintah tak bergeming dengan tuntutan sejumlah pedagang unggas. Larangan pemeliharaan dan pengolahan unggas di seluruh wilayah Jakarta akan terus ditegakkan.
“24 April 2010 adalah batas awal pemberlakuan aturan tersebut,” ujar Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian, Edy Setyarto dalam konferensi pers di Balaikota, Jumat (12/2).
Edy menerangkan, ketentuan itu merupakan implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian, Pemeliharaan dan Peredaran Unggas. Ketentuan itu, kata dia, dibuat untuk mengatasi sejumlah masalah seperti ayam tiren, ayam berformalin, flu burung dan pencemaran lingkungan. "Isu itu kerap membuat harga ayam berfluktuasi,” ujarnya.
Selama ini, kata Edy, ayam yang dikonsumsi warga Jakarta di sejumlah pasar tradisional berasal dari sejumlah wilayah penampungan. Ayam-ayam tersebut dibeli oleh sejumlah pedagang yang tersebar di sekitar 1.200 rumah potong. “Rata-rata setiap lokasi memotong 25 hingga 500 ekor per hari,” ujar Edy.
Melalui ketentuan yang baru, kata Edy, setiap pedadang diminta untuk merelokasi usaha pemotongan hewan ke luar wilayah Jakarta. Usaha mereka juga harus didukung oleh tekonologi pendingin agar ayam yang dikonsumsi masyarakat masih dalam keadaan segar. “Sebagian pedagang menerima anjuran tersebut,” ujarnya.
Edy menjelaskan, pengelolaan rumah pemotongan hewan nantinya hanya akan terkonsentrasi di lima wilayah. Kelima tempat itu berada di Rawa Kepiting, Kartika, Pulogadung, Cakung, dan Petukangan.
“Kelima tempat itu mampu menyuplai 400 ribu ayam dari sekitar 600 ribu ayam yang dibutuhkan Jakarta,” ujarnya. Sejumlah pedagang ayam memprotes pemberlakuan perda tentang unggas.
Mereka menilai peraturan tersebut akan menggilas keberadaan usaha pengolahan ayam skala kecil dan hanya akan menguntungkan pengusaha besar dan negara pengimpor.
RIKY FERDIANTO