TEMPO Interaktif, Jakarta - Di kamar kontrakan berukuran 3 x 3 meter di Jalan Kimia, belakang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Aura, 7 bulan, bayi penderita Hydrocefalus, selama dua minggu ini terpaksa tinggal.
Menurut Ayah Aura, Otan, 32 tahun, sudah dua pekan ini ia, istrinya, dan Aura, mengontrak di kamar bercahaya minim itu. Sebenarnya ia lebih ingin tinggal di Rumah Singgah RSCM. "Tapi kamarnya sudah penuh," kata Otan. Sewa kamar per bulannya, kata Otan, sebesar Rp 600 ribu.
Selama ini, para pasien yang sedang menunggu giliran penanganan dari RSCM namun tidak mendapat kamar di rumah sakit itu, merujuk ke Rumah Singgah. Namun, dua minggu lalu, kebetulan semua kamar Rumah Singgah penuh.
Aura adalah warga Desa Pangkal Bulu, Kecamatan Payung, Kabupaten Tebu Ali, Bangka. Awalnya, saat mendapati puterinya yang saat itu berusia empat bulan mengalami pembesaran ukuran kepala, Otan hanya berobat ke bidan desa.
Oleh bidan, ia disarankan membawa Aura ke Rumah Sakit Umum Payung. Oleh RSU Payung, Aura diminta merujuk ke RSU Pangkal Pinang. "Di sana, anak saya diperiksa oleh dokter ahli syaraf. Namun dokter itu menyarankan Aura diobati di RS Jakarta karena RSU Pangkal Pinang tak punya alat medik memadai," kata Otan.
Baca Juga:
Menyerahkan Jaminan Kesehatan Daerah, Aura akhirnya diterima di RSCM, dua minggu lalu. Oleh RS itu, Aura langsung diperiksa dokter ahli bedah syaraf dan menjalani CT Scan. Namun ia tak bisa langsung mendapat penanganan medik. "Masih harus nunggu giliran," ujar Otan.
Rencananya, kata Otan, Aura akan diperiksa kembali pada 19 Februari. "Belum akan operasi. Masih tahap pemeriksaan," kata dia. Saat ini, Aura belum diberi obat apa pun.
ISMA SAVITRI