Menurut Kepala Dinas Maurits Napitupulu, sumur resapan itu berukuran 1 x 1 meter dengan kedalaman 3 meter. “Jika dibangun 265 ribu sumur resapan, fungsinya bisa sama dengan Banjir Kanal Timur,” kata dia ketika dihubungi, Jumat (19/2). Sumur resapan ini, kata dia, bisa mengalihkan air yang biasanya dikirim ke Jakarta melalui 13 sungai.
Sebelumnya, Kepala Bidang Mitigasi Bencana Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Sutopo Purwo Nugroho menyatakan daya tampung sungai di Jakarta masih minim atau berkisar 17,5 hingga 80 % dari perencanannya. Hanya sungai Mookervart yang bisa mencapai 80 persen daya tampung airnya dibanding rencana awalnya. Kali Ciliwung paling parah dalam daya tampung airnya, hanya 17,5 persen.
Maurits menyatakan pembangunan sumur resapan itu juga lebih murah dibanding dengan pembuatan Kanal Banjir Timur yang biayanya mencapai empat triliun rupiah lebih. “Sumur resapan biayanya dua triliun,” kata dia.
Selain lebih murah, sumur resapan ini bisa menyuplai air tanah. Menurut dia, jika dengan Kanal Banjir Timur air dibuang ke laut, maka dengan sumur resapan air hujan dimasukkan ke tanah dan menjadi penyuplai air tanah hingga 50 persen. “Air tanah ini bisa dimanfaatkan, dijual kembali,” kata dia.
Sumur resapan, kata dia, bisa menggantikan ruang terbuka hijau yang semakin berkurang, sehingga air hujan tak semuanya dikirim ke Jakarta.
Sayangnya, kata dia, sumur resapan ini kalah pamor jika dibandingkan dengan Kanal Banjir Timur. Selain itu pembiayaan yang besar dan lokasinya menyangkut beberapa pemerintah daerah sehingga membutuhkan campur tangan pemerintah pusat. “Kami ingin pembiayaannya dari pusat,” kata dia.
Saat ini, kata dia, sumur resapan di Jakarta belum mencapai 100 buah.
Sumur resapan itu, kata dia, pengelolaanya dilakukan oleh pemerintah setempat, sama halnya seperti got atau saluran air.
NUR ROCHMI