Ketua Tim Multipartai untuk Pengembalian Aset Negara, Bagus Satriyanto menerangkan, acara ini digelar guna merespon wasiat Gus Dur tentang keberlangsungan proses berbangsa. “Kami ingin merajut kembali merah putih yang terkoyak,” ujarnya.
Bagus menjelaskan, reformasi ketatanegaraan yang menggulingkan kekuasaan Orde Baru mengidap satu persoalan mendasar. Terutama setelah MPR mencabut Tap MPR no. 83 tentang Amandemen Undang-undang Dasar 1945.
Menurut Bagus, pencabutan keketapan itu menghilangkan syarat penting dalam ketatanegaraan. “Tidak adanya referendum dalam proses amandemen. Pelanggaran demi pelanggaran terus berlangsung.” Dampak pelanggaran itu berakibat pada runtuhnya fondasi perekonomian negara. Tidak sedikit aset negara yang jatuh ke tangan asing karena prinsip perekonomian dibangun diatas fondasi faham liberal.
Bahkan, kata Bagus, amandemen itu jugalah yang kemudian melengserkan Gus Dur dari kursi Kepresidenan pada 2002. “Proses politik dijalankan dengan prinsip kecurigaan. Tidak ada proses hukum yang dapat memastikan tegakknya keadilan.”
Menurut Bagus, solusi atas masalah itu adalah mengamandemen ulang konstitusi RI. Ia faham jika langkah politik itu tidak mudah. “Jika ada kemauan politik, saya kira tidak ada yang mustahil. Konsitusi harus kita kaji ulang,” ujarnya.
Puncak acara diisi dengan pembacaan sembilan butir sikap yang terdapat deklarasi Manifesto Renovasi Indonesia. Deklarasi dibacakan setelah Lily membuka banner raksasa yang dipasang di samping panggung. Di antara sikap itu adalah peneguhan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945 dan Bhineka Tunggal Ika, memusnahkan Praktek Politik Orde Baru dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dan meminta pemerintah membangun Sistem dan Aparatur Penegak Hukum, Berazakan Keadilan.
RIKY FERDIANTO