Tadi pagi, warga merobohkan seng yang memagari lahan itu untuk menggagalkan pembangunan ruko. Ketua RW 07 Bejo Santoso mengatakan, ini adalah kali kedua mereka melakukan aksi itu. Sebelumnya, pada 2007, pembangunan ruko sudah akan dilakukan. Namun, warga menggagalkannya dengan cara merobohkan pagar.
"Kami menolak rencana pembangunan ruko," ujar Bejo. Pernyataan itu didukung salah seorang warga, Ida dan ketiga rekannya. Mereka khawatir jika pembangunan ruko dilanjutkan, rumah mereka akan kebanjiran. Pasalnya, ruko rencananya akan dibangun di atas fondasi setinggi 1 m. "Sekarang saja setiap musim hujan kami selalu kebanjiran," kata Ida, sambil menunjuk saluran drainase yang airnya hampir meluap.
Bejo terkejut ketika pihak pengembang telah memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah itu yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal, pada saat kompleks dibangun pada 1980-1985, pengembang diwajibkan menyediakan sebidang tanah sebagai fasilitas umum. Warga berencana menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara dalam waktu dekat. "Kami sedang persiapkan," kata Bejo. Hingga siang hari, dua mobil polisi masih berjaga-jaga untuk mengamankan lokasi.
ADISTI DINI INDRESWARI